Nusantarakini.com, Jakarta –
Satu per satu tokoh-tokoh Islam yang anti Ahok digaruk oleh tangan kekuasaan melalui polisi. Dikabarkan baru saja KH. Fachrurrozi Ishak, tokoh ulama Betawi anti Ahok, ditahan polisi. Kepastiannya masih harus dikonfirmasi.
Pada saat yang sama, Kapolda Metro Jaya menunjukkan keberpihakannya kepada Ahok dengan melayangkan surat kepada hakim agar persidangan dapat distop sementara dengan alasan macam-macam.
Sebelum-sebelumnya, KH. Al-Khattat, Sekjen FUI ditahan polisi dengan tuduhan makar.
Hampir semua pentolan anti Ahok digaruk dan dikerjai oleh polisi. Mulai dari Bachtiar Nasir yang ditersangkakan melakukan pencucian uang hingga Habib Rizieq yang dituduh menghina Pancasila. Kemudian pembunuhan karakter juga dialami oleh Habib Rizieq dengan mengaitkannya perihal kasus asusila dengan seorang perempuan bernama Firza Husein.
Tampaknya polisi akan terus menyikat satu per satu para pentolan umat Islam yang anti Ahok. Tujuannya adalah tekanan psikologis.
Kenapa Ahok begitu penting bagi pemerintahan Jokowi, karena figur ini merupakan konsesi politik atau barter politik antara penguasa dengan aliansi Cinanya.
Kepastian Ahok sebagai gubernur yang harus dijamin oleh Jokowi, merupakan pertaruhan masa depan hubungan aliansinya dengan Cina daratan maupun Cina perantauan. Hal ini menunjukkan betapa tingginya ketergantungan Jokowi dengan Cina daratan dan Cina perantauan.
Sebagaimana diketahui, proyek Jokowi yang cukup ambisius disektor infrastruktur, meniscayakan jaminan modal yang besar. Jaminan modal ini tidak dapat diandalkan semata-mata dari sumber APBN. Oleh Jokowi, andalannya adalah Cina Daratan dan Cina Perantauan. Aliansi dengan Cina ini juga ditujukan untuk menyalib kekuatan kapital lama yang bercokol, yaitu jaringan Orde Baru yang aliansinya mengandalkan Amerika Serikat.
Di sini ada banyak hal yang dipertaruhkan Jokowi dengan masa depan kekuasaannya. Jadi memang Ahok ini sandera yang mengikat antara jaringan kekuasaan Jokowi dengan jaringan Cina.
Di tengah hubungan aliansi yang beresiko tinggi bagi kelangsungan dan keseimbangan masyarakat Indonesia ini, umat Islam dijadikan sasaran pelampiasan dan gimnastik permainan politik. Harusnya hal ini disadari dengan peka oleh para pemimpin umat. Jangan sampai umat diganyang sebagai lauk-pauk pesta kekuasaan Jokowi yang berdansa dengan aliansi Cinanya.
Perang psikologis antara Jokowi dengan umat Islam memang dibutuhkan oleh Jokowi untuk meregangkan otot-otot kekuasaannya.
Dengan peta semacam itu, harusnya umat Islam tidak secara naif terperangkap dengan permainan intelijen Jokowi yang tampaknya didesign oleh pembantu-pembantu intelijennya untuk menggiring umat Islam terkonsentrasi menjadi musuh politik Jokowi. Tentu plot intelijen semacam ini amat menjijikkan dan keji.
Perang umat Islam bukan diarahkan sesuai kemauan Jokowi agar umat Islam terjebak ke dalam isu rasial. Perang umat Islam melampaui rasialisme dan semata-mata menegakkan keadilan dan kebenaran. Dasar itulah harusnya yang dipegang para agitator-agitator semacam Habib Rizieq dan Al-Khattat di dalam melawan kecenderungan tiranik Jokowi belakangan ini. (sdr)