Oleh: Chen Yi Jing, Pemerhati Geopolitik dan Sosial Ekonomi.
“Dari zaman kuno hingga abad modern ini, setiap ada kekuatan baru yang akan menggantikan kekuatan lama, konflik atau perang pasti akan meletus.”
Ini adalah hukum alam yang sulit untuk ditolak dan dihindari. Walaupun kebangkitan Tiongkok selalu meng-klaim akan dilakukan dengan damai dengan tidak mencampuri urusan intern negara lain, tapi justru negara lain yang mencampuri urusan internal Tiongkok.
Presiden Tiongkok, Xi Jin Ping, selalu mengatakan bahwa bangsa Tiongkok dalam 5000 tahun sejarahnya tidak pernah mem-bully, menindas atau menghancurkan negara lain. Baik masa lalu, saat ini maupun yang akan datang, kebangkitan kembali Tiongkok hanyalah meraih kembali status internasionalnya yang sempat hilang selama ratusan tahun.
Namun Amerika Serikat (AS) tidak akan percaya dan menganggap kebangkitan Tiongkok adalah monster yang membahayakan. Dan itu yang disampaikan ke rakyatnya. Sehingga AS maupun rakyatnya tidak pernah melihat dan tidak pernah bisa memahami Naga Raksasa Tiongkok, karena dianggap monster.
Walaupun dalam puluhan simulasi perang yang telah dilakukan di Asia Pasifik hasilnya selalu sama: AS babak belur. Namun berbagai provokasi AS untuk memancing agar Tiongkok terlibat dalam suatu perang besar tidak ada henti-hentinya. Tujuannya bukan saja untuk mengalahkan Tiongkok, tapi setidaknya untuk melemahkan pengaruh Tiongkok, sehingga dapat memperpanjang hegemoninya yang kini terancam runtuh.
Respon Tiongkok atas Provokasi Jepang
Ini bermula dari kalimat Perdana Menteri Jepang, Sanai Takeisi, yang menyinggung dan mencoba melewati garis merah Tiongkok dengan mengisyaratkan kemungkinan keterlibatan militerJepang jika Tiongkok menyerang Taiwan. Ini yang jadi tanda tanya, keberanian dari mana yang membuat Jepang berani terlibat?
Setelah mengirim utusannya ke Tiongkok untuk meminta maaf yang tidak ditanggapi oleh Tiongkok. Pada pertengahan November 2025 Menteri Pertahanan Jepang Shinjiro Kuizumi mengungkapkan rencananya untuk menempatkan rudal jelajah di Pulau Yunaguni. Sebuah wilayah barat daya Jepang dekat Taiwan dengan jarak sekitar 110 km.
Respon pertama Tiongkok adalah menyerang secara ekonomi, yaitu penghentian seluruh penerbangan dari Tiongkok ke Jepang; menghentikan seluruh import makanan laut dari Jepang secara total dan menghentikan ekspor pasokan bahan kritis untuk industri dan teknologi tinggi Jepang. akibatnya ekonomi Jepang yang sudah hampir runtuh dengan utang nasional terbesar di dunia yang telah tembus 230% dari GDP tahunan, dan kontraksi ekonomi tahun ini. Nah ini muncul pertanyaan, berapa lama jepang dapat bertahan?
Deklarasi Postdam
Juru bicara Menteri Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning memperingatkan Jepang agar tidak melupakan Deklarasi Postdam. Sebuah Deklarasi yang mengubah sejarah dan wajah Jepang di penghujung Perang Dunia Kedua. Setelah Nazi Jerman menyerah dan mengakui kekalahannya dalan Perang Dunia Kedua pada Mei 1945, para pemimpin Sekutu melangsungkan pertamuan di Postdam Jerman. Para pemimpin negara Sekutu mengeluarkan ultimatum untuk memaksa Jepang menyerah tanpa syarat untuk mengakhiri Perang Dunia Kedua.
Meskipun Nazi Jerman sudah kalah dan menyerah, namun Jepang masih bersikeras melanjutkan peperangan. Akhinya Presiden Amerika Serikat, Harry Truman, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill dan Pemimpin Nasionalis Tiongkok, Jiang Kai Sek mengeluarkan Deklarasi Postdam pada tanggal 26 Juni 1945. Deklarasi yang menekan Jepang untuk menyerah tanpa syarat, melucuti senjata, menghentikan pendudukan dan mengadili penjahat perang Jepang.
Sekutu memperingatkan akan mengirim serangan udara, laut dan darat jika Jepang enggan menyerah. Tapi Jepang justru memilih untuk mengabaikannya. Pengabaian itu justru membawa petaka bagi Jepang. Amerika Serikat pun menanggapi pengabaian ini dengan menjatuhkan bom Atom ke Nagasaki dan Hiroshima pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Akhirnya, Kaisar Hirohito pun menyerah dan Jepang resmi mengibarkan bendera putih pada Agustus 15 Agustus 1945.
Deklarasi itu muncul pasal 9 dalam konstitusi Nasional Jepang yang melarang negara itu memiliki tentara Nasional sebagai gantinya Jepang boleh memiliki pasukan bela diri atau JSDF. Deklarasi ini mengikat Tokyo sebagai negara dengan pasukan defensif bukan ofensif. Jika dilanggar Jepang boleh dihancurkan seperti pada Perang Dunia Kedua.
Kini Tiongkok cerdik dengan menggunakan kartu ini untuk menekan Jepang untuk tidak ofensif. Dan jika benar Jepang menaruh rudal jelajah di Yunaguni, ini akan menjadikan pembenaran/legalitas bagi Tiongkok untuk boleh menghancurkan Jepang.
Kirim Sinyal, Latihan Militer Bersama.
Ketika langit Asia berubah warna, tiga mesin tempur paling berbahaya dan mematikan milik Tiongkok: Drone siluman GJ 11, J20 dan J16 D melintas berdampingan dalam satu formasi yang belum pernah diperlihatkan sebelumnya. Sebuah unjuk kekuatan yang justru muncul di saat dunia berharap ketegangan mereda.Tiongkok memilih mengirim sinyal lain, lebih tajam, lebih jelas, lebih berani. Ada ironi besar dibalik kemunculan trio ini. Sebuah petunjuk tentang masa kini konflik yang justru banyak pihak pura-pura tidak melihatnya.
Untuk pertama kalinya, drone siluman generasi lanjut GJ11 terbang berdampingan dengan Jet tempur generasi kelima J20, serta pesawat peperangan elektronik J16D. Sebuah trio yang dirancang untuk menembus yang bahkan sistem pertahanan udara paling canggih sekalipun. Diantara ketiganya GJ 11 adalah pusat perhatian, drone berbentuk sayap lebar ini sulit dideteksi. Mampu membawa persenjataan besar di dalam tubuhnya dan sanggup melakukan pengintaian serta serangan jarak jauh hingga ribuan kilometer.
Dalam formasi Sky Trio, GJ 11 bisa berperan sebagai mata paling depan, penyerang pembuka atau umpan siluman yang memaksa radar musuh bereaksi lebih dulu, sebelum J20 datang untuk menghantam target sebenarnya. Pola kerja seperti ini menjadi dasar konsep MUMT dimana satu pilot J20 dapat mengendalikan beberapa drone tempur sekaligus dalam satu misi. Di sisi kanan formasi J20 berfungsi sebagai pemimpin paket serangan. Jet ini menjadi otak karena dibekali sensor luar biasa yang canggih mampu mengumpulkan dan memadukan berbagai data secara simultan. Pilotnya menerima informasi dari GJ11, menentukan target terpenting, lalu mengarahkan drone untuk menyerang lebih dulu atau mengacaukan pertahanan lawan.
Sementara latihan militer bersama antara Rusia, Korea Utara dan Tiongkok di sebelah utara Jepang Hokkaido dan Shakalin yang dipersengketakan dengan Rusia. Tampak tidak seperti biasanya di kawasan Asia Timur. Pergerakan militer angkatan laut Tiongkok memecah ketenangan kawasan strategis tersebut. Radar-radar Jepang yang tersebar di sepanjang garis pantai utara mulai berdering tanpa henti menunjukkan aktivitas intens dari armada Tiongkok bergerak menuju utara.
Sumber-sumber intelijen kemudian mengonfirmasi bahwa armada tersebut tidak mengarah ke Selat Taiwan seperti yang sering terjadi dalam latihan sebelumnya. Melainkan menuju ke Laut Kuning, wilayah yang selama lebih dari satu abad menjadi panggung ketegangan geopolitik antara Tiongkok dan Jepang.
Apa sebenarnya tujuan Beijing? Dan apakah Hokkaido, pulau paling utara Jepang sedang diarahkan menuju salah satu ancaman terbesar sejak berakhirnya perang Dunia Kedua?
Nah untuk sementara kita simpulkan dulu sebelum menganalisa lebih lanjut terkait gerakan militer Tiongkok yang menunjukkan aktifitas untuk menyerang total ke Jepang. Pertama, serangan ekonomi telah dilakukan dan kemenangan telah didapati menjadi 1-0. Dan kini Jepang mendapatkan kecaman dari para pemimpin dunia karena memprovokasi stalibitas kawasan Asia Pasifik. Ini berarti TIONGKOK telah memenangkan diplomasi geopolitik menjadi 2-0, dan legalitas untuk menggunakan serangan militer telah didapat dan dapat digunakan kalau memang diperlukan.
Maka jangan memaksa Sang Naga mengeluarkan api karena dunia akan terbakar. [mc]

