Analisa

Tiongkok yang Unik Membuat Dunia Bingung dan Amerika Panik

Nusantarakini.com, Jakarta –

Selama ini mungkin kita hanya melihat berita tentang Tiongkok dari media Barat, terus langsung merasa, “wah negara ini seram banget ya.”

Apapun selalu negatif. Mulai dari kontrol pemerintah terhadap agama, isu HAM, sampai berita teknologi dan ekspansi ekonominya yang dianggap sebagai jebakan utang.

Pernahkah terpikirkan oleh kita kenapa narasi seperti ini terus menerus muncul? Apakah Tiongkok benar-benar berbahaya atau pastinya ada agenda lain di balik semua itu?

Mengapa banyak orang bingung tentang Tiongkok? Ini karena Tiongkok itu unik, yang sangat berbeda dengan dunia yang kita kenal selama ini.

Kenapa media Barat seakan benci dengan Tiongkok? Ini bukan kebetulan, tapi sengaja dibuat dan didanai. Karena Tiongkok maju dengan keunikannya yang tidak dapat dipahami oleh Barat/Amerika.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang luar biasa hanya dalam beberapa dekade berhasil mengangkat ratusan juta orang keluar dari kemiskinan.

Membangun jalur kereta cepat terpanjang di dunia. Membangun kota futuristik dari tanah kosong dan menjadi kekuatan ekonomi nomor 2 bahkan nomor 1 di dunia.

Nah, ini membuat Barat, Amerika dan sekutunya panik dan deg-degan karena selama puluhan tahun, bahkan ratusan tahun merekalah yang duduk di singgasana kekuatan global.

Dan mereka melihat Tiongkok sepertinya ancaman nyata buat dominasi mereka yang selama ini ada di tangan mereka.

Makanya strategi yang muncul adalah menciptakan narasi agar Tiongkok jelek segalanya serta menyebarkan ketakutan soal ambisi Tiongkok. Pelan-pelan membangun persepsi Tiongkok adalah musuh bersama.

Nah, benar nggak sih Tiongkok begitu agresif, ini adalah bagian yang paling banyak orang gagal paham.

Umumnya orang berpikir karena Tiongkok itu besar dan kuat,terlalu hebat maka pasti ingin menjajah dunia.

Tapi mari kita telusuri mendalam tentang Tiongkok, kalau kita lihat sejarah dan mentalitas masyarakat Tiongkok, mereka itu jauh dari sikap ekspansionis.

Lebih dari 92% rakyat Tiongkok merupakan Etnis Han dan ratusan Sub-etnis Han dengan puluhan suku minoritas. Itu menandakan mereka itu hidup dalam masyarakat yang homogen. Dengan naluri dasar mereka adalah bertahan bukan menyerang. Itulah kenapa selama ribuan tahun Tiongkok terkenal dengan satu simbol, yaitu TembokBesar Tiongkok. Ini bukan sekedar bangunan kuno buat turis, tapi merupakan simbol mentalitas kolektif Bangsa Tiongkok.

“Kami ingin melindungi diri kami, bukan untuk menyerang kamu!” Dan ini bukan hanya dalam pertahanan militer saja.

Coba kita tengok yang lebih luas. Pasar modal ada tembok, film dan media asing ada tembok, internet ada tembok, bioteknologi dan riset juga ada tembok. Bahkan ketika mereka membuka diri untuk bekerja sama, sifatnya selalu hati-hati.

Karena dalam perspektif mereka, dunia luar itu bisa datang dan pergi. Tapi Bangsa Tiongkok akan tetap di situ, dan bertahan apapun yang terjadi.

Nah, sekarang coba kita geser sedikit fokus ke Asia Tenggara (ASEAN). Kenapa negara-negara seperti Vietnam, Thailand, Myanmar, Malaysia, Indonesia bahkan Singapore kelihatannya akrab dengan Tiongkok tapi tetap jaga jarak?

Itu karena ukuran. Kalau kamu bertetangga sama raksasa, kamu pasti akan sadar kalau terlalu dekat bisa bikin kamu kehilangan ruang gerak.

Bukan karena raksasanya jahat, tapi karena dia terlalu besar. Itu sebabnya negara-negara ASEAN punya naluri untuk menyeimbangkan diri.

Di satu sisi mereka tidak bisa menolak manfaat kerangka kerja sama perdagangan bebas yang saling menguntungkan, tapi tidak mau kehilangan kedaulatan atau kebebasan diplomatik.

Makanya mereka lebih nyaman ketika Amerika tetap ada di sekitarnya. Tapi bukan berarti mereka memilih Amerika daripada Tiongkok.

Justru kalau disuruh memilih mereka tidak akan suka. Jangan paksa mereka untuk memilih. Biarkan semuanya tetap terbuka dan berjalan secara alami.

Nah ini yang menarik adalah Tiongkok tidak minta hubungan eksklusif. Tidak minta syarat demokrasi atau liberalisasi dan tidak memaksa harus pilih Tiongkok atau Amerika.

Justru mereka bilang, “Kamu di kursi pengemudi, kami cuma penumpang.” Di saat ASEAN tanda tangan bersama dalam kerangka kerja sama perdagangan bebas. Dan ini jelas Tiongkok menghormati posisi ASEAN.

Mereka tidak mau mengambil alih. Karena mereka sadar di dunia diplomasi kekuatan itu bukan soal dominasi tapi adaptasi.

Tapi lucunya, kalau Amerika yang di belakang kemudi, Tiongkok tidak bakal percaya, begitu juga sebaliknya.

Tapi kalau yang nyetir ASEAN semua tenang. Karena ASEAN tidak punya ambisi menjadi raja dunia. Karena ASEAN itu netral dan itu sebetulnya kekuatan ASEAN.

Nah bagaimana Indonesia paham akan hal ini dan mampu memanfaatkan momentum ini untuk menuju Indonesia Emas?

Jangan hanya berpidato yang bombastis tapi harus paham perkembangan geopolitik dan bisa bermain di dalamnya untuk kepentingan masyarakat Indonesia.

Sekarang mari kita geser sedikit ke Singapore. Posisinya juga sangat unik. Mayoritas rakyatnya adalah etnis Tionghoa, tapi dia bukan bagian dari Tiongkok.

Jadi mereka bisa jadi jembatan antara dunia luar dan Tiongkok. Dan ini penting sekali kalau Anda 100% orang Tiongkok. Maka anda harus bersaing dengan 1,4 milliar orang Tiongkok lainnya.

Tapi kalau Anda Tiongkok Plus, Anda bisa buka jalur kemana-mana seperti Afrika-Amerika, Asean, Ausie dll. Di situlah nilai tambahnya.

Kalau abad ke-20 adalah dunianya Amerika dengan konsep demokrasi dan liberalisasinya, maka abad ke-21 dunia akan punya blue print dari Tiongkok.

Dan ini akan bikin dunia semakin bingung, karena di satu sisi mereka kagum, tapi pada sisi lainnya mereka takut.

Kenapa banyak negara masih bingung sama Tiongkok? Itu karena Tiongkok merupakan bangsa yang unik dan kompleks.

Jadi tidak bisa dilihat dari satu sisi. Mereka bukan musuh, tapi sahabat yang sepenuhnya tidak dapat ditebak.

Mereka bukanlah negara adi daya baru yang agresif, tapi bukan juga kekuatan yang pasif. Mereka berada di tengah-tengah dunia, ZHONG GUO (negara tengah). [mc]

*Chen Yi Jing, Pemerhati Geopolitik dan Sosial Ekonomi. 

Terpopuler

To Top