Prabowo Yes, Jokowi No?

Sudah saatnya Prabowo memutuskan kemesraan yang ‘toxid’ dengan Jokowi. Konstelasi politik telah memaksa menghapuskan hubungan terlarang Prabowo dan Jokowi. Rakyat, negara dan bangsa Indonesia menilai relasi Prabowo dan Jokowi bak interaksi haram. Namun Prabowo dianggap halal untuk mengadili Jokowi dan begundal kroniknya.
Nusantarakini.com, Bekasi –
Imunitas Prabowo terhadap pandemi Jokowi mulai menggeliat. Disparitas perilaku kekuasaan antara Jokowi dan Prabowo semakin kentara. Publik melihat sudah mulai ada resistensi Prabowo terhadap dominasi dan hegemoni Jokowi.
Publik terlanjur menganggap Jokowi identik dengan sosok pembohong, licik dan raja tega terhadap rakyatnya. Sementara Prabowo kental dengan figur pembangkang namun sarat nasionalisme dan patriotisme.
Selama satu dekade memimpin, Jokowi kerap menampilkan perilaku kekuasaan bercirikan “smooth criminal.” Sebagai orang nomor satu di Indonesia Prabowo justru kebalikannya melakukan “incremental changes.” Hubungan keduanya memang sulit dipisahkan namun juga tetap tak bisa dipastikan selalu menyatu. Beda watak dan karakter, meski berangkat dalam konfigurasi poltik yang sinergis dan mutual simbiosis yang sama.
Prabowo memang masih terbelenggu sejarah hitam dari kejahatan HAM masa lalu, menjadi lingkaran dalam sekaligus sekutu kekuasaan Jokowi dan terakhir mengecap stigma presiden omon-omon. Beberapa kebijakannya, pun sarat dengan polemik dan kontroversi.
Sebut saja lemahnya posisi tawar kebijakan luar begeri Indonesia terhadap Amerika. Ciutnya mental diplomatis dan perang menghadapi Malaysia dalam soal Ambalat. Tak kalah mirisnya, konten kebijakan lokal masih terpuruk dalam hal pemberantasan korupsi dan bersih-bersih terhadap Jokowi dan kroni yang masih ada dalam pemerintahannya. Malah teriakan “Hidup Jokowi…….. Hidup Jokowi…… Hidup Jokowi,” terasa memekakan telinga semesta.
Tapi tunggu dulu, itu mungkin PR besar bagi seorang Prabowo dalam menunaikan sebagian janji kampanyenya dan hasrat menciptakan ‘clean and clear governments’ saat menjadi presiden. Betapapun kepemimpinannya diliputi warisan kejahatan dan kerusakan sistemik bernegara, Prabowo masih masih mau menghidupkan asa perbaikan dan perubahan Indonesia yang lebih baik.
Kini Prabowo mulai melakukan “gradual improvements,” entah karena berhitung kekuatan taktis strategis atau ini cara terbaik untuk mengurai masalah kompleks kebangsaan dan kesabaran mencari solusinya. Di tengah pengaruh komorbit Jokowi dan irisannya termasuk Gibran Rakabuming Raka, sejawat tengil yang menjadi wakil presidennya. Tampaknya Prabowo mulai mau melepaskan diri dari jejak dan anasir Jokoisme.
Bagaimanapun kelebihan dan kekurangan seorang Prabowo yang kini menjabat presiden. Prabowo mulai merangkul TNI ikut mengendalikan pemerintahan menghadapi mafia dan penjahat berseragam. Prabowo juga mulai mengambil kebijakan-kebijakan populis seperti penghapusan utang UMKM, pinjaman dana rakyat tanpa jaminan dan bunga dll. Meskipun program pro rakyat itu masih saling berkejaran dengan semakin meningkat dan variatif pajak untuk rakyat, langkah-langkah kecil dan simultan Prabowo patut diapresiasi.
Menariknya, pemberian amnesti dan abolisi untuk Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong bukan saja memberi secercah penyelamatan dari distorsi penyelenggaraan hukum selama ini. Bukan hanya soal kewibawaan dan keadilan hukum. Lebih dari itu juga Prabowo sejatinya telah memberi sinyal yang maknanya tak cukup hak prerogratif, presiden juga bisa menggunakan kewenangan penuh, independen dan berbasis kehendak rakyat.
Prabowo terus melakukan proses detoksifikasi dari virus politik Jokowi dan kuman-kuman ternak kroniknya. Presiden hasil pemilihan konspiratif itu mulai menjaga jarak dengan gembong dan sindikat pelaku “state crime organized” yang sebelumnya mendukungnya. Prabowo bagai mengarungi sirkuit panas dan di antara deru mesin-mesin tangguh nan modern dari oligarki dan Jokowi sebagai pembalap andalan.
Mampukah Prabowo menyalip sekaligus mengeliminasi kedigdayaan dan superioritas Jokowi yang diendors oligarki pengusaha, partai politik dan bangsa asing?
Rakyat masih menanti, apakah Prabowo masih menjadi koalisi abadi Jokowi, atau Prabowo akan menjadi oposisi sejati Jokowi dan oligarki. Biar waktu dan sejarah yang bercerita. Tapi setidaknya rakyat, negara dan bangsa Indonesia akan memilih dan bersikap Prabowo yes, Jokowi no, seandainya benar-benar terjadi perseteruan kolosal di antara keduanya. [mc]
Bekasi Kota Patriot, 18 Safar 1447 H/12 Agustus 2025.
*Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI.
