Isu Kudeta Militer di Tiongkok? Mari Kita Pahami Dulu Sistem Politiknya

Nusantarakini.com, Jakarta –
Mari kita coba memahami sistem politik di Tiongkok yang menggunakan Demokrasi Intra Partai (Dang Nei Ming Chu) dari rakyat untuk rakyat. Bukan sistem politik yang kita gunakan selama ini yaitu Demokrasi Liberal yang kita anggap memang demikian seharusnya (Brain Wash Barat).
Demokrasi Intra Partai tidak mengenai pemilihan umum satu orang satu suara. Tidak menggunakan Trias Politika. Tidak ada oposisi dan yang menjalankan kekuasaan adalah partai tunggal, Partai Komunis Tiongkok (PKT)–Partai Komunis China (PKC).
Sejak berdirinya Republik China, 11 Maret 1911, di dalam perpolitikan Tiongkok tidak mengenal kudeta, baik militer maupun sipil.
Tidak ada partai lain yang bergantian pegang kekuasaan, walaupun terdapat 8 partai yang mewakili masyarakat seperti kaum tani, pengusaha, kaum pekerja, para seniman, olahragawan, dll, semua kelompok masyarakat terwakili.
Untuk kepentingan dari berbagai kelompok, masyarakat tidak perlu berjuang bertarung berdarah-darah, berkelahi saling caki maki di arena pemilu.
PKT menjadi tuan rumah bersama untuk mewadahi berbagai kelompok kepentingan yang semuanya bisa bermusyawarah mufakat di dalam Kongres Rakyat yang diadakan setiap tahun.
Esensi demokrasi menurut Tiongkok adalah: hadirnya pemerintah yang dapat memberikan keamanan, kesejahteraan, kemakmuran, dan hukum yang berkeadilan.
Sedangkan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi Tiongkok (PKT) adalah hak untuk hidup, berkembang, aman dan sejahtera dalam kemakmuran. Artinya Tiongkok menempatkan kebebasan menjadi kaya, aman sejahtera berada di atas kebebasan untuk berpendapat.
Untuk apa bebas berpendapat, percuma bebas memilih pemimpinnya tapi dalam perut lapar dan miskin.
DI Tiongkok adalah mustahil ujug-ujug muncul pemimpin dari kalangan manapun; apalagi kalangan pengusaha, tukang mebel, tukang martabak, militer dll. Karena pemimpin Tiongkok itu dari akar rumput Rakyat yang harus melalui proses yang panjang (kaderisasi). Itulah yang disebut dari Rakyat untuk Rakyat.
Menurut Filosofi TIONGKOK KUNO: “Untuk menghasilkan sebilah pedang yang baik (sakti) perlu besi yang berkualitas. Karena di dalam prosesnya besi itu akan dibakar, ditempa berkali-kali hingga menghasilkan sebilah pedang yang baik (sakti).”
Sehingga calon pemimpin di Tiongkok harus melalui suatu proses yang panjang, dibakar, ditempa dan diperlukan manusia yang unggul untuk dapat menghasilkan pemimpin yang baik.
Penguasa yang lahir dari akar rumput Rakyat di dalam sistem Demokrasi Rakyat, di dalam pelaksanaannya diperlukan pengawasan dengan HUKUM YANG PASTI. Tidak ada yang namanya celah hukum di Tiongkok, karena sifatnya pasti. Dan menurut Tiongkok, kalau bermimpi untuk kaya raya jadilah pengusaha. Jangan bermimpi untuk kaya raya kalau memilih menjadi pejabat negara.
Mantan Presiden HU JIN TAO adalah lulusan SAINTEK dari Universitas Ching Hua Beijing dan dipersiapkan sejak masih duduk sebagai mahasiswa.
PRESIDEN XI JIN PING sebelum terpilih menjadi presiden, sebelumnya pernah menjabat kepala desa, camat, bupati, gubernur dan wakil Presiden sebelum akhirnya terpilih sebagai presiden.
Pola pikir masyarakat Tiongkok itu pragmatis dan realistis. Sudah ada pemimpin yang luar biasa bagusnya untuk apa diganti, belum tentu penggantinya akan lebih baik.
Maka dari itu janganlah heran kalau nanti Presiden Xi Jin Ping bukan hanya terpilih 3 periode bahkan kemungkinan bisa terpilih sebagai presiden seumur hidup.
Jadi dapat disimpulkan bahwa isu kudeta militer oleh oposisi itu hal yang tidak dikenal dalam perpolitikan di Tiongkok. Tidak ada protes, demo model Barat, semuanya bisa diselesaikan dalam musyawarah bersama. [mc]
*Chen Yi Jing, Pemerhati Geopolitik dan Sosial Ekonomi.
