Internasional

Kekuatannya Begitu Canggih dan Mematikan, Siapa di Belakang Iran?

Nusantarakini.com, Jakarta –

Konflik antara Iran dan Israel telah memasuk masa reda. Disinyalir ada gencatan senjata yang diminta oleh Rambo Trump (Presiden Amerika Serikat, Donald Trump-red). Namun muncul pertanyaan besar, mengapa serangan Iran begitu presisi dan mematikan?

Sistem pertahanan udara Israel yang sebelumnya dianggap hampir tidak terkalahkan justru tumbang dalam waktu singkat.

Siapa negara adi daya sebenarnya yang berada di balik layar seraya memberi panduan strategis dan teknologi canggih bertempur kepada Iran?

Dengan keterlibatan negara adi daya seperti Amerika Serikat (AS), Pakistan, Tiongkok dan Rusia, konflik ini bukan lagi sekedar perang antar negara. Ini menjadi medan perang proxi antar kekuatan besar.

Israel hancur dari dalam karena Iran menyerang dengan presisi tingkat tinggi yang tidak terduga. Rambo Trump minta Israel menunggu dua minggu. Ini menandakan AS nampak ragu-ragu. Dan ini bukan karakter AS seperti pada umumnya. Sebab ada kekuatan besar yang secara diam-diam membimbing Iran. Iran tiba-tiba menjadi sangat kuat. Serta mengapa Pakistan kini menjadi aktor kunci di Timur Tengah kemudian diundang secara mewah dan terhormat oleh Rambo Trump di Gedung Putih pada tanggal 18 Juni 2025 yang lalu.

Ini bukan hanya tentang perang antara Iran dan Israel. Ini adalah pertarungan proxi antara kekuatan dunia dan pertanda perebutan pengaruh di Timur Tengah. Apa yang terjadi selama dua minggu ke depannya bisa merubah arah konflik secara global.

Rambo Trump tiba-tiba minta damai. Meminta gencatan senjata selama 12 hari pasca serangan yang gagal total ke fasilitas nuklir Iran. Trump memilih untuk menahan diri. Padahal selama ini dia dikenal sebagai sosok yang impulsif dan reaktif bagaikan Rambo di layar kaca dalam film Hollywood.

Ini urusan militer dalam perang nyata Bung! Jawabannya lebih kompleks daripada yang tampak dari sudut pandang intelijen.

Ada indikasi kuat AS tengah mencoba mengelola informasi sensitif terutama terkait keterlibatan kekuatan besar di belakang dukungan terhadap Iran dengan menetapkan tenggang waktu 12 hari.

Di sisi lain, Israel benar-benar sedang berada dalam kondisi kritis. Serangan balasan Iran bukan hanya menghancurkan infrastruktur penting, tetapi juga meruntuhkan mentalitas kolektif Bangsa Yahudi.

Sistem pertahanan udara Israel yang selama ini dianggap hampir tidak terkalahkan telah terbukti tidak efektif menghadapi rudal hipersonik generasi baru dari Iran.

Sistem Iron Dome, David Sling dan Thad yang dikembangkan bersama AS ternyata mudah ditembus. Bahkan sistem Patriot, salah satu andalan AS gagal mencegah serangan rudal yang menghantam pusat Kota Tel Aviv.

Menurut analisis militer independen dari Institut Keamanan Internasional Stockholm (SSI) menyebutkan bahwa setiap intersepsi rudal hipersonik oleh THAD membutuhkan biaya 100 juta dollar AS.

Dan fakta bahwa sistem ini butuh waktu 30 menit untuk melakukan reload. Celah waktu inilah yang dimanfaatkan oleh Iran untuk meluncurkan gelombang serangan kedua dengan kepresisian hingga hampir mencapai 100 %.

Pertanyaan yang paling kritis dalam konflik ini, siapa sebenarnya yang membantu IRAN meningkatkan kemampuan militernya secara drastis dalam waktu singkat?

Iran tidak memiliki sistem Navigasi Satelit yang presisi tinggi. Navigasi GPS militer AS juga sudah ditutup aksesnya untuk negara asing. Bagaimana rudal Iran bisa begitu akurat mengenai target?

Menurut data dari Badan Intelijen Eropa IU-INTCN ada indikasi kuat bahwa Iran telah menerima bantuan dari aktor eksternal yang tidak dapat disebutkan secara publik.

Tiongkok dan Rusia disinyalir menjadi tersangka utama. Namun jika kita melihat lebih dalam kemungkinan besar ini adalah kombinasi dari banyak faktor.

Tiongkok misalnya, telah lama menjalin hubungan strategis dengan Pakistan yang kini telah menunjukkan dukungan secara terbuka terhadap Iran.

Pada bulan Mei 2025 yang lalu Pakistan secara resmi mengumumkan telah menerima pengiriman 40 unit jet tempur siluman J-35 generasi ke-5 dari Tiongkok.

Sebuah transaksi yang juga mencakupi sistem pertahanan HQ dan pesawat peringatan dini KJ- 500. Ini paket bukan sekedar militer biasa tapi dilengkapi dengan sistem avionik dan kemampuan berbagi data real time. Jet tempur ini merupakan ancaman nyata bagi dominasi udara Amerika di kawasan Timur Tengah.

Tiongkok mungkin tidak akan secara terbuka terlibat dalam konflik ini. Tapi melalui Pakistan mereka memiliki cara untuk memperluas pengaruhnya tanpa harus terlihat agresif.

Pada pertemuan pribadi antara Presiden Trump dengan Kepala Staf Angkatan Darat Pakistan, Jenderal Munir di Washington pada tanggal 18 Juni 2025, terungkap bahwa Trump membujuk netralitas dari Pakistan dalam konflik ini. Bahkan rela mengatur pertemuan eksklusif dan menyediakan makan siang mewah hanya berdua. Sesuatu yang sangat jarang dilakukan Trump.

Fakta bahwa Trump menempatkan Jenderal Munir dalam posisi yang begitu istimewa menunjukkan betapa pentingnya peran Pakistan saat ini. Pakistan yang sebelumnya hanya dianggap sebagai negara pinggiran, kini menjadi aktor kunci di panggung internasional.

Hal ini juga menegaskan bahwa harga diri suatu negara harus diperjuangkan sendiri dan jangan salah berteman dengan tulus. Pakistan telah berhasil melakukannya dengan membangun kemitraan strategis dengan Tiongkok dengan segala dinamikanya.

Kini tinggal pertanyaan besar yang tersisa, kapan AS benar-benar menekan tombol perang? Trump mengatakan 12 hari ke depan?

Akan tetapi apakah itu cukup waktu untuk mengelola semua aliansinya yang kacau dan mengendalikan informasi intelijen serta menahan gejolak domestik.

Wait and See. 

Salam Indonesia Maju. [mc]

*Chen Yi Jing, Pemerhati Geopolitik dan Sosial Ekonomi. 

Terpopuler

To Top