Prabowo: ‘The Last Man Standing’
Kesampingkan dulu isu kejahatan HAM yang membekap masa lalunya. Tunda dulu polemik kecurangan dan manipulasi pilpres 2024 yang berkolerasi dengannya. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, dari telunjuk Prabowo bisa mengarah instruksi revolusi atau menyerahkan sepenuhnya NKRI pada oligarki.
Nusantarakini com, Bekasi –
Seorang Prabowo Subianto kini telah menjadi seorang presiden. Di tangannya nasib rakyat, bangsa dan negara Indonesia ditentukan. Akankah Prabowo membuat “legacy” keselamatan atau malah menambah kehancuran NKRI?
Inilah momen paling penting dan fenomenal dalam hidupnya. Mampukah Prabowo mengokohkan jatidirinya sebagai pahlawan atau penghianat di tengah rekam jejaknya yang eksotik dan dilingkupi adrenalin politik dan bisnis yang menggebu?
Dalam pelbagai kesempatan panggung publik, Prabowo kerap melontarkan narasi nasionalisme dan patriotisme. Ibarat hujan sehari menghapus kemarau sepanjang tahun. Deretan orasi dan diksi Prabowo yang menggairahkan, membuat rakyat optimis dan menyambut dengan gegap-gempita penuh harap. Kenapa tidak? Saat situasi dan kondisi rakyat akut terpapar oleh dampak korupsi struktural dan sistemik, ancaman makar republik, perampasan tanah dan penggusuran rumah, harga sembako, tarif listrik, BBM dan pajak yang mencekik serta beragam kekerasan dan kematian akibat arogansi aparat. Prabowo seperti membawa secercah harapan visi dan aksi perubahan untuk Indonesia yang lebih beradab.
Namun apa daya, lidah tak bertulang, kekerasan hati tak mungkin menjadi besi. Niat boleh tinggi namun belum tentu terbukti dan teruji. Prabowo dalam konflik dan pergumulan batin, lahir sebagai pemimpin dari rangkaian proses yang beririsan dengan kejahatan konstitusi dan demokrasi, hingga berujung ingin keluar dari kemelut konspirasi oligarki dan mafia yang mendominasi dan menghegemoni bumi pertiwi. Prabowo dalam situasi krisis, berpihak pada amanat penderitaan rakyat atau terus menjadi presiden boneka sekaligus budak para pemilik modal global dan lokal.
Dari mantan presiden dan pejabat tinggi negara lainnya, sampai ke internal jajaran pembantunya sekarang. Sebagai seorang presiden aktif dan berkuasa penuh, Prabowo nyata-nyata menghadapi musuhnya dari dalam lingkungan internalnya sendiri. Tersandera, menghitung kalkulasi politik dari kekuatan pemerintahannya, dan terlalu berhati-hati, Prabowo diambang kebijakan yang ambigu dan ambivalen. Menjadi pengikut setia dari struktur kekuasaan rezim lama yang mengakar seranut, atau loyal menghamba pada kedaulatan rakyat, bangsa dan negara Indonesia. Setia kepada UUD 1945, Pancasila, NKRI serta rakyat marginal dan tertindas. Seperti yang pernah Prabowo saat menjadi pemimpin militer yang peduli pada prajurit-prajurit bawahannya.
Menjadi presiden yang berlatar jenderal dari riwayat prajurit tempur. Seorang Prabowo selayaknya berkiblat pada pembelaan pada segenap tumpah darah rakyat Indonesia. Sekarang atau tidak sama sekali, menunjukan sikap ksatria dan heroik berlandaskan Ketuhanan dan kemanusiaan di republik ini. Tak peduli menghadapi musuh-musuh negara dari kalangan bangsa sendiri yang kotuptif, konspiratif dan destruktif, yakinlah Prabowo tak sendiri menghadapinya.
Ayo Jenderal! Sekali lagi tampilkan watak dan karakter nasionalis dan patriotis yang humanis. Rakyat kini megap-megap dan NKRI semakin sesak dan pengap. Rakyat tak bisa lagi berharap kebaikan pada semua intitusi dan aparatur pemerintahan. Kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif termasuk lembaga komudioner, TNI dan Polri telah menjadi alat kekuasaan bukan sebagsi alat negara. Kini hanya tinggal seorang Prabowo berada di garda terdepan keselamatan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.
Sejarah di masa depan saat ini sedang menuliskan, Prabowo kini menjadi “The Last Man Standing” dalam prahara republik yang mencekam. Berani dan sanggupkah Prabowo menyelamatkan atau justru semakin menghancurkan NKRI, Pancasila dan UUD 1945.
Janganlah takut pada penjara dan kematian untuk menjadi nasionalis dan patriotis sejati. Seluruh rakyat Indonesia dan penduduk dunia pasti akan menemui kematian. Persoalannya adalah pada esensinya, mati demi keselamatan dan kebesaran NKRI atau mati menjadi kacung oligarki. Kematian karena bangkit melawan atau diam tertindas.
Bekasi Kota Patriot, 7 Syaban 1446 H/6 Februari 2024.
*Yusuf Blegur, Mantan Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).