Nusantarakini.com, Jakarta –
Hasil diskusi dan kajian informal yang digelar oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), menyebut bahwa kans dugaan praktik penyimpangan atau cawe-cawe di pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tetap berpeluang terjadi. Namun, tidak semasif seperti yang terjadi pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Presidium KAHMI Sleman, Bambang Haryanto mengakui di kalangan masyarakat masih muncul kekhawatiran praktik dugaan kecurangan yang terjadi di Pilpres akan terulang di Pilkada serentak di sejumlah daerah, termasuk di pemilihan gubernur (Pilgub) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) 2024.
“Ya, kekhawatiran itu ada,” katanya, dikutip KBA News, Rabu, 26 Juni 2024.
Bambang menyampaikan, personel penyelenggara Pilpres 2024 dengan Pilkada serentak ini sama. Hal yang membedakan hanya coverage area, dan jumlah pemilihan. Saat Pilpres 2024 juga mencoblos DPR pusat hingga DPRD dan DPD, sedangkan pilkada hanya mecoblos calon kepala daerah (cakada).
“Jadi pilkada ini karena hanya satu pemilihan cakada saja maka lebih maksimal untuk mengawasinya. Saksi di TPS juga lebih fokus dalam bertugas,” terangnya.
Bambang juga mengungkapkan, dengan kondisi tersebut maka dugaan praktik penyimpangan di Pilpres bisa diminimalisir di Pilkada, termasuk di Pilgub Jakarta.
“Pilpres dengan pilkada tingkat daerah berbeda, pengawasannya lebih mudah tingkat lokal,” ucapnya.
Dia mengatakan, para relawan atau pemantau tidak mampu melakukan pengawasan secara intensif saat pilpres karena jangkauannya terlalu luas, sementara sumber daya manusia juga terbatas.
“Sedangkan di pilkada, jangkauan pengawasan hanya di satu daerah saja, tidak seluas pilpres atau tingkat nasional,” ucapnya.
Menurut Bambang, dugaan penyimpangan tidak semasif saat Pilpres. Khusus pengusung Anies-Iman ada nilai plusnya, yakni mesin politik PKS.
“Saya meyakini teman-teman PKS ini punya jaringan hingga tingkat RT RW. Mereka pasti tidak tinggal diam jika ada dugaaan penyimpangan, pasti mengawasi baik pra dan saat pelaksanaan,” pungkasnya. [mc/kba]