Politik

Anies Maju Kontestasi, Pilgub Jakarta Lebih Bergairah dan Menarik dari Pilkada di Daerah Lain

Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2023, Anies Baswedan. (Foto: Facebook Anies Baswedan)

Situasi berbeda terjadi di Jakarta. Ada kegairahan yang tinggi yang ditunjukkan oleh relawan. Mereka mendukung sosok dan figur Anies bahwa dia dianggap benar-benar menjadi simbol perubahan untuk menjadi lebih baik, demokratis, dan bermasa depan.

Nusantarakini.com, Jakarta –

Pengamat politik dan ekonom senior dari UI Watch, Hasril Hasan menyatakan, kemungkinan kembalinya Anies Baswedan bertarung di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) membuat Pilgub itu semarak dan menarik perhatian orang. Tanpa Anies, bisa jadi kontestasi akan sama seperti di tempat lain, monoton, dan kehilangan greget.

Hal itu seperti dia sampaikan kepada KBA News, Selasa, 11 Juni 2024 menyikapi pemberitaan pilkada di tempat lain yang kehilangan makna dan aspek kontestasinya.

Pendaftaran calon dilakukan pada bulan Agutus, sekitar dua bulan lagi, tetapi suasana biasa-biasa saja. Tidak melihat antusiasme rakyat atas perhelatan yang akan menentukan menentukan nasib masa depan mereka.

“Ada perasaan pesimistis atau bahkan apatis bahwa pilkada tidak memberikan dampak apapun bagi mereka. Dipastikan yang maju adalah incumbent. Atau kalau incumbent sudah dua periode yang tidak boleh bertarung lagi maka dipastikan keluarga dekatnya yang maju, seperti istri atau anaknya,” kata alumni Fakultas Ekonomi UI tahun 1967 itu.

Uang dan Sembako

Incumbent atau keluarga dekatnya itu, tambah Hasril, tentunya mempunyai sumber dana yang besar sebagai hasil menjabat dua periode. Dia akan bagi-bagi uang dan sembako kepada rakyat pemilih. Rakyat tentunya menerima dengan gembira tanpa sadar bahwa yang dibagikan itu adalah milik mereka sendiri yang diambil secara tidak sah oleh pejabat publik tersebut.

 

Dukungan dari warga Jakarta kepada Anies Baswedan untuk kembali maju di Pilgub Jakarta juga muncul dari Jaringan Rakyat Miskin Kota. (Foto: Istimewa)

Karena bodoh mereka menjadi miskin atau sebaliknya karena miskin menjadi bodoh. Akibatnya mereka menjadi objek permainan politik yang hanya digunakan elite-elite curang selama lima tahun sekali. Itu terjadi di semua daerah akibat sistem dan perilaku politik transaksional dan tanpa masa depan demokratis.

Situasi berbeda terjadi di Jakarta. Ada kegairahan yang tinggi yang ditunjukkan oleh relawan. Mereka mendukung sosok dan figur Anies bahwa dia dianggap benar-benar menjadi simbol perubahan untuk menjadi lebih baik, demokratis, dan bermasa depan.

“Sebenarnya warga yang bergabung dalam relawan itu tidak bermaksud melawan rezim, tetapi karena yang diduga akan maju bertarung melawan Anies diduga adalah anak Jokowi, ya seakan-akan mereka melawan rezim yang akan berakhir Oktober mendatang,” tambah pensiunan direktur perusahaan terkenal itu seperti dikutip KBA News. [mc/kba]

Terpopuler

To Top