Nusantarakini.com, Jakarta –
Pakar politik sekaligus pendiri PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah menduga ada indikasi kecurangan pada pemilu pegislatif (pileg) 2024, untuk meloloskan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sehingga memenuhi ambang batas parlemen atau threshold sebesar 4 persen.
Dikatakannya, jika PSI mampu sampai pada threshold 4 persen, maka parpol yang dipimpin putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangerap, akan memiliki wakil di DPR RI. Namun, berdasarkan hasil hitung cepat, perolehan suara PSI berkisar antara 2,5 persen hingga 2,6 persen, sehingga masih jauh dari ambang batas parlemen.
“Kami dapatkan data dari KPU untuk Pilpres maupun Pileg untuk DPR RI. Hasil per TPS untuk Pilpres, lengkap kami dapatkan dari lebih dari 800 ribu TPS. Tidak ada yang kurang, tetapi berbeda dengan hasil Pileg, data yang diterima ada satu lubang yang sangat serius membuat hasil itu tidak lengkap per TPS,” ujar Eep dilansir dari kanal Youtube Keep Talking, Minggu (18/2/2024).
Lubang itu adalah tidak adanya angka perolehan pencoblos tanda gambar atau parpol saja. Seperti diketahui, ada tiga cara mencoblos untuk Pileg, yakni mencoblos partainya saja, mencoblos calon saja, dan mencoblos caleg dan partai.
Eep melanjutkan, ketika pemilih mencoblos caleg dan partai, maka setiap caleg akan memiliki data suara per TPS. Jika suara ini dipindahkan atau dicuri, maka caleg akan berteriak karena mereka menjaga suaranya.
Menurut Eep, bagi partai yang memiliki saksi dan tim pengaman yang kuat tentu saja akan ada protes. Tapi, bagi partai yang pengamanan suara lemah, maka tidak ada yang teriak ketika suara partai tertentu dipindah ke partai lain.
“Ini potensi kecurangan atau kejahatan pemilu yang selama ini mungkin tidak pernah dibicarakan atau diungkap ke permukaan secara detail,” lanjutnya.
Tanpa menuduh penyelenggara pemilu (Komisi Pemilihan Umum/KPU) atau siapa pun, Eep menyebut bahwa data yang berlubang pada Pileg 2019, pemilih partai atau pencoblos tanda gambar tidak ada datanya, maka bisa ada dugaan ini salah satu cara untuk pencurian suara.
Dikaitkan dengan lolos atau tidaknya PSI ke DPR RI, Eep mengingatkan bahwa berdasarkan hasil hitung cepat Pileg 2024, PSI kemungkinan tidak lolos ambang batas parlemen.
“Tetapi kalau tiba-tiba kemudian memperoleh 5% atau 6%, maka patut kita curigai apa yang terjadi. Ini adalah salah satu modus operandi. Saya tidak menuduh penguasa dengan aparaturnya sedang membantu PSI. Sebagai warga negara saya berhak membunyikan alarm sehingga semua orang mendengar,” ungkapnya.
Eep menambahkan, tanda-tanda dugaan penyelewengan kekuasaan dalam Pemilu 2024 sudah terlihat sejak jauh hari, seperti dana bansos yang membengkak menjadi Rp560,36 triliun sejak tahun 2023 hingga penyelenggaraan pemilu.
“Padahal, pada Pemilu 2019 (Pilpres periode kedua Jokowi) jumlah bansos yang dikucurkan Rp194,76 triliun, sedangkan pada Pemilu 2014 jumlah bansos yang digulirkan Rp78,3 triliun,” pungkasnya. [mc/gr]
*Sumber: Okezone.com.