Nusantarakini.com, Jakarta –
Perbincangan saya dengan kerabat Anies Baswedan, seorang yang tergolong boleh disebut kaya melintir, sekitar akhir September 2022. Begini katanya tentang Anies, Jadi Gubernur DKI kalau gak korup ya tidak akan kaya. Tapi Anies punya investasi besar, tentu bukan materi, tapi kaya dari namanya yang bisa dilihat dan dijual sebagai orang bersih.
Prolog ringkas di atas sekadar untuk memperlihatkan manusia Anies Baswedan. Memang tak ada kaitan langsung dengan topik bahasan dari opini ini. Namun sedikit banyak bisa menggambarkan, bahwa melihat Anies itu semestinya bukan dalam perspektif hitungan seberapa banyak materi yang dipunya. Melihat Anies mestinya lebih jauh dari itu, dan itu tentang integritasnya.
Menarik paparan dan penjelasan yang diberikan AMIN, salah satu pasangan calon (paslon) pada Pilpres 2024. AMIN inisial dari nama Anies Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar, yang malam itu, 19 Oktober 2023, tampil di acara “Kick Kontroversi,” Metro TV. Setelah pagi/siang harinya paslon AMIN resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“AMIN Makin Yakin” adalah judul yang diberikan dalam perbincangan itu. Judul yang tentu disesuaikan dengan kesiapan paslon AMIN menapak menuju Pilpres 2024. Judul yang tampak pas, setelah melihat jawaban-jawaban optimistis dari paslon AMIN, baik Anies maupun Gus Imin.
Mereka bisa disebut lulus dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Perbincangan dua jam terasa singkat, menjadi tak terasa. Acara dipandu oleh Zilvia Iskandar dan Andy F. Noya. Tidak ada pertanyaan yang tak dapat dijawab, atau hanya dijawab sekenanya karena ketidakmampuan pada materi yang ditanyakan, atau ketidakmampuan merangkai narasi dalam menjelaskan setiap pertanyaan. Tapi ada memang satu pertanyaan dari Andy F. Noya, yang diabaikan Anies dengan tak dijawab, itu karena yang ditanyakan hanya mengulang saja, dan sudah tak lagi relevan untuk ditanyakan.
Andy F. Noya tampil seperti biasanya, memulai bertanya pada Anies, tapi sayang pertanyaan permulaan yang diajukan dibuat seperti biasa buzzer lakukan, yang asyik mengulang-ulang mempersoalkan hal yang tak sebenarnya. Padahal itu sudah pernah ditanyakan dalam “Kick Andy! Double Check,” Metro TV, Minggu (18 Juni 2023), episode “Dosa-dosa Anies.” Pertanyaan tentang Anies “intoleran” dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, itu coba diangkat lagi. Pantas Anies memilih tak terjebak menjawab pertanyaan basi itu, dan mengajak Andy F. Noya untuk bicara topik yang lebih mengedepan, dan itu tentang Pilpres 2024.
Menampik pertanyaan yang terus diputar ulang, meski sudah mendapat penjelasan di berbagai kesempatan apa yang sebenarnya terjadi, itu memang selayaknya tak perlu dijawab berulang. Karenanya, Anies mengarahkan pembicaraan yang lebih strategis, dan itu tentang ide perubahan yang ditawarkan paslon AMIN.
Adapun pertanyaan yang diajukan, dan jawaban paslon AMIN dalam perbincangan itu bisa dengan mudah dicari di #Medcom.id Youtube. Dan, opini ini memang tidak sedang dimaksudkan membahas jalannya perbincangan itu secara utuh, tapi coba melihat satu pertanyaan yang diajukan Andy F. Noya, tentang AMIN “paslon termiskin.” Pertanyaan yang diajukan itu sebenarnya hal biasa jika narasi pertanyaan dan intonasi dalam bertanya dibuat dengan tidak nyinyir-ngenyek, yang lalu terkesan sebagai penghinaan. Hal tak sepantasnya dihadirkan Andy F. Noya.
Tersirat ingin mengesankan, haram bagi paslon miskin boleh mengikuti perhelatan Pilpres 2024. Artinya, hanya paslon yang kaya materi yang pantas mengikuti perhelatan yang terbilang mahal ini. Ditampilkan pula tabel berapa kekayaan Anies dan Gus Imin. Kekayaan Anies memang lebih kecil dibanding Gus Imin, jika mesti diperhadap-hadapkan. Apalagi jika paslon AMIN diperhadap-hadapkan dengan paslon lainnya. Tampak tidak sebanding. Lantas, perlunya apa?
Andy F. Noya tampil dengan kesan nyinyir, khususnya pada Anies. Jika menilik diskusi sebelumnya–episode Dosa-dosa Anies–seperti kenyinyirannya itu ingin dilanjut pada paslon AMIN. Narasi dibuat dengan pengucapan seakan kelakar, tapi kesan yang muncul tak dipungkiri penghinaan, yang tak sepantasnya. Apalagi itu diucap berulang, dan yang muncul kelakar garing, “Terlihat dari wajah-wajah anda, ini memang wajah miskin,” ucap Andy F. Noya dengan ketawa ngenyek-nya.
Ini tentu jauh dari soal baper, sama sekali tidak. Tapi lebih melihat pada etika dalam menempatkan narasumber yang diwawancara, yang mestinya diperlakukan dengan sepantasnya, bukan dibuat bahan kelakaran.
Apa iya wajah paslon AMIN ini kucel layaknya orang miskin, sebagaimana ucapan ngacau dan mengada-ada dari Andy F. Noya. Apa benar wajah Anies itu wajah miskin jika dibandingkan dengan bacapres Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Ah, sepertinya tidak. Justru tampak sebaliknya. Lalu, apakah wajah Gus Imin itu wajah miskin jika dibandingkan dengan wajah Prof Mahfud MD, juga boleh kemudian jika dibandingkan dengan wajah Gibran Rakabuming Raka. Rasanya itu berkebalikan dari kaca mata yang digunakan Andy F. Noya, yang dibuat serba terbalik.
Tampak hadir dalam acara itu, istri Anies dan Gus Imin, yang duduk berdampingan. Mendengar pertanyaan yang cenderung “menghina” itu, tak dapat dipungkiri terlihat gestur khususnya istri Anies, Fery Farhati, tampak tidak nyaman. Tapi Anies lagi-lagi tak mau terjebak dengan pressure yang dilesak untuk memancing emosi.
Anies terlihat biasa-biasa saja yang tetap mengumbar senyum khasnya, begitu pula dengan Gus Imin. Tapi jawaban yang diberikan Anies atas konsep kaya-miskin, adalah penjelasan bahwa tak relevan jika disangkutkan dengan keikutsertaan warga negara dalam kontestasi kepemimpinan tingkat mana pun. Anies memberi solusi yang itu mampu mematahkan argumen yang dibangun selama ini, seolah kegiatan Pilkada/Pilpres, meski tersirat, hanya boleh diikuti mereka yang kaya. Jika boleh diperjelas, itu semacam dimaknai haram buat si miskin. Semestinya tidak demikian.
Jawaban Anies membuat kita tersadar, bahwa ada yang salah dalam menghadirkan kepemimpinan di tingkat mana pun, yang selama ini coba diterus-teruskan, yang akan memunculkan praktik korupsi. Menarik apa yang diungkap Anies itu, bahwa politik bukan kegiatan perdagangan yang membawa modal rupiah untuk mendapatkan rupiah. Jika model demikian diterus-teruskan, maka setelah menjabat si pejabat dituntut secepatnya bisa mengembalikan modal yang dikeluarkan.
Ungkap Anies selanjutnya, bahwa membangun perubahan sebagai gerakan, itu bukanlah hal sederhana. Ia sudah merasakan selama setahun berjalan, bagaimana masyarakat ikut menyumbang apa yang disebutnya sebagai gerakan perubahan, itu dengan caranya. Ada yang menyumbang dengan pikirannya, tenaganya, dengan uangnya, dan dengan cara-cara yang ia bisa ikut terlibat di dalamnya. Dipikul sama-sama, dan itu membuyarkan pikiran mereka kaum sinisme semacam Andy F. Noya, yang cuma berpikir paslon tidak ada modal materi tidak akan jalan. Seolah semua bisa digerakkan oleh materi, padahal soliditas massa pendukung itu jauh lebih dahsyat. Bukan berarti uang tidak diperlukan, tapi bukan segala-galanya.
Ada yang menarik, dan setidaknya membuat saya terkagum, saat Anies mengirim pesan pada khalayak, bukan dicukupkan sekadar menjawab pertanyaan nyinyir Andy F. Noya, bahwa kita berdua katanya–Anies dan Gus Imin–berada di pemerintahan, dan selama di pemerintahan, kami jalankan tata kelola pemerintahan dengan baik dan benar. Kami berada di pemerintahan bukan untuk mengumpulkan dana. Kami di pemerintahan untuk menggunakan kewenangan agar bisa menjalankan perintah konstitusi, agar bisa membuat perubahan pada masyarakat.
Tersirat dari apa yang disampaikan Anies itu sebagai sebuah perlawanan, dan itu menampik nyinyiran manusia cupet di luaran sana, agar jangan remehkan paslon termiskin ini, karena yang dibangunnya selama ini adalah jalan integritas, dan itu jalan lurus, jalan kejujuran. Narasi “Kami di pemerintahan bukan untuk mengumpulkan dana,” itu bisa bermakna dana yang didapat dari hasil yang tidak sepantasnya (korupsi), itulah yang dihindarinya, dan itulah integritas seorang Anies Baswedan, bersama pasangannya Gus Imin.
Menutup opini ini baik jika ucapan kerabat Anies tentangnya di atas patut diputar ulang-dicerna, “Anies punya investasi besar, tentu bukan materi, tapi kaya dari namanya yang bisa dilihat dan dijual sebagai orang bersih”. Soal ini tak ada yang bisa pungkiri, dan meski “miskin” ia lalu tak dilirik dalam kontestasi Pilpres 2024. Buktinya paslon AMIN justru yang pertama kali mendaftar resmi sebagai peserta dalam kontestasi Pilpres 2024. [mc]
*Ady Amar, Kolumnis.