Nusantarakini.com, Jakarta –
Entah keajaiban apa ini, tiba-tiba gerombolan buzzer tampak insyaf. Rada sedikit mulai berfungsi otaknya. Janggal juga dan memang aneh bin ajaib. Mayoritas para buzzer bangkot saat ini koor mengoreksi, seperti menyerang Presiden Jokowi dengan satu suara penyesalan. Jangan buru-buru bilang mereka dapat hidayah, atau mereka tengah diarahkan Tuhan ke jalan lurus. Itu belum tentu. Para buzzer seakan dibuat tersadar, meski itu di ujung rezim Jokowi berkuasa.
Seolah muncul kesadaran baru, menggelora dari mereka yang tadinya terlarang boleh bicara bertentangan dengan kepentingan istana, dan itu Jokowi. Tapi kini terjadi sebaliknya, justru malah menyerang Jokowi dan keluarga, khususnya serangan pada Gibran Rakabuming Raka. Dan, itu berkenaan dengan dicawapreskan Gibran bersanding dengan Prabowo Subianto.
Para buzzer yang berperan bak penjaga daulat istana, berbalik menyerang istana. Sikap ketidaksukaan itu mereka tampakkan. Menganggap Jokowi berjalan ke arah yang salah dengan membangun Politik Dinasti. Tampak keren sikap para buzzer ini, jika kita melihat narasi penolakan atas politik dinasti yang dibuat beragam. Sebuah upaya Jokowi melanggengkan kekuasaan, setelah upaya 3 periode tidak berhasil. Maka, sang putra yang belum berpengalaman dipaksakan dimajukan sebagai Cawapres.
Sikap para buzzer itu ingin mengesankan, bahwa mereka membawa pikiran kritis. Bersikap saat melihat ketidakwajaran dan, yang lalu disikapi dengan unggahan tagar #KecewaJokowi. Hal yang sebelumnya mustahil dilakukan. Melihat gerakan “buzzer insyaf” janganlah itu ditelan begitu saja, dianggap jalan suci. Cukup lihatlah itu sebagai pemihakan pada kandidat yang tdak disokong Jokowi, yaitu Ganjar Pranowo-Prof Mahfud MD.
Boleh pula jika muncul kesimpulan, bahwa mereka telah mengakhiri kontraknya dengan Jokowi atau istana, dan beralih pada juragan baru yang menjagokan kandidat yang diusung PDIP. Tepat jika mereka dilihat tidak lebih pada kepentingannya semata. Bukanlah hal tabu di kalangan para buzzer pindah juragan itu. Karenanya, pandangan politik yang lalu berubah, itu pun tergantung pada pilihan politik siapa yang membayarnya.
Melihat fenomena beralihnya dukungan para buzzer pada istana, itu bisa dimaknai telah berubahnya kekuatan yang justru saat ini berada di luar istana, dan yang ingin merebut sebagai penghuninya, dan itu lewat kontestasi Pilpres 2024. Asumsi pun muncul, meski belum pasti kebenarannya, bahwa peralihan “kekuasaan” sepertinya tengah berlangsung dan sedang diupayakan. Hal itu disadari Jokowi, yang lalu memasang sang putra Gibran untuk melanjutkan apa yang disebutnya keberlanjutan pembangunan.
Kekuatan buzzer yang selama ini mendukung Jokowi jelas mencabut dukungan dan mengalihkan dukungan pada kekuatan yang berpusat di Teuku Umar, dan itu Megawati Soekarnoputri. Maka, kerja para buzzer pun diarahkan membela Ganjar Pranowo-Mahfud MD, pasangan yang diajukan beberapa partai politik di bawah koordinasi PDIP.
Beralihnya pandangan politik para buzzer itu disesuaikan dengan pilihan juragan dalam meng- endorse pada kandidat yang mana, itulah yang dibelanya. Naif jika melihat para buzzer bergerak-bersikap menyerang Jokowi itu karena kesadaran akan pilihan politiknya. Bukan pula karena telah berfungsinya otak, yang saat ini mereka gunakan pada hal kebaikan. Tidak bisa pula disebut mereka telah mendapat hidayah, jika yang dilakukan semata karena kepentingan perut mereka.
Menyerang Jokowi entah sampai kapan akan dilakukan. Dan, tentu akan dibalas buzzer yang masih setia membela Jokowi. Akan saling serang membuka aib masing-masing. Buzzer yang tadinya menyatu menghajar Anies Baswedan, menjadi terpecah oleh kepentingannya masing-masing. Pertarungan buzzer pembela PDIP versus Jokowi, sepertinya akan sulit dihentikan. Pastilah tidak ada yang menang, dan mustahil para buzzer penyerang Jokowi itu kebal hukum, sebagaimana yang lalu. Pertarungan para buzzer dengan kepentingan masing-masing, ini sulit diprediksi bisa terjadi. Seperti di sana ada “tangan” Tuhan bermain.
Maka pendukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, yang tergabung dalam AMIN, salah satu kandidat yang ikut dalam kontestasi Pilpres 2024, cukup gelar tikar saja melihat adegan tak sepantasnya 2 kubu yang saling berseteru mengandalkan peran buzzer dalam mengulik kelemahan masing-masing. Nikmati saja adegan demi adegan yang dipertontonkan itu, dan lebih nikmat jika sambil nyeruput kopi pahit mengebul. Duh nikmat… [mc]
*Ady Amar, Kolumnis.