Nusantarakini.com, Jakarta –
Bermula Anies diberhentikan sebagai Mendikbud. Kenapa diberhentikan? Itu hak prerogatif presiden. Yang pasti bukan karena kasus hukum atau soal prestasi. Faktor politik lebih dominan. Menteri adalah jabatan politik.
Setelah beberapa bulan diberhentikan dari Mendikbud, Anies diminta untuk calon Gubernur DKI Jakarta. Dengan semua proses dan dinamika yang dilalui, akhirnya Gerindra dan PKS mengusung Anies maju di pilgub DKI. Anies berhasil menyingkirkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di babak pertama. Di babak kedua Anies kalahkan Ahok. Cagub yang mendapatkan dukungan full dari penguasa.
Setelah dilantik jadi Gubernur DKI, Anies segera tutup Alexis dan segel reklamasi. Anies juga berupaya menjual saham bir milik Pemprov DKI. Gagal, karena DPRD menolak.
Sebagai Gubernur DKI, Anies cukup berhasil membuat terobosan-terobosan program yang melahirkan cukup banyak prestasi yang diraih Pemprov DKI. Prestasi-prestasi ini oleh sebagian pihak dianggap telah mendelegitimasi sejumlah pemimpin sebelumnya.
Dalam perkembangannya, Anies semakin populer, dan apresiasi publik kepada Anies semakin membesar. Hingga pada akhirnya lahir ekspektasi rakyat untuk mendorong Anies jadi presiden, mengikuti jejak Presiden Jokowi. Ini terlihat dari elektabilitas Anies yang terus naik dan paling tinggi di awal tahun 2022.
Tentu banyak pihak yang semakin khawatir. Anies bukan orang yang dikehendaki elit untuk menjadi pemimpin masa depan. Sebaliknya, rakyat menghendaki.
Kenapa tidak dikehendaki elit? Mari kita diskusikan dan analisis bersama. Pertama, ada banyak pihak yang tentu saja khawatir “usaha ilegalnya” ditutup seperti Alexis. Banyak pula yang khawatir “proyek ilegalnya” tergusur seperti reklamasi.
Di Indonesia, ini bukan lagi jadi rahasia umum. Aturan dan mekanisme prosuderal dalam hampir semua proyek seringkali diabaikan. Terjadi banyak pelanggaran dan berpotensi untuk dibatalkan, kemudian diambil alih oleh negara.
Di Indonesia, pencurian bahkan perampokan aset negara terjadi di mana-mana. Baru-baru ini, ramai soal Hotel Sultan. Tengok sudah berapa banyak mall, apartemen, hotel yang berdiri di atas tanah negara kemudian disertifikatkan menjadi milik swasta. Belum juga berapa juta hektar hutan lindung yang dicuri oleh pihak swasta, kemudian ditanami sawit dan semacamnya.
Di bawah kepemimpinan Anies, semua ini besar kemungkinan menjadi obyek petertiban. Record Anies menutup Alexis dan menyegel reklamasi cukup menjadi bukti akan nyali, keberanian dan ketegasan Anies. Meski harus berhadapan dengan konglomerasi besar dan penguasa, Anies telah membuktikan kemitmennya dalam memberlakukan aturan.
Record Anies di atas cukup menjelaskan alasan mengapa Anies harus dijegal. Anies tidak boleh nyapres. At all cost, Anies harus dihalangi dan digagalkan. Kesimpulan ini sulit dibantah. Data terlalu banyak, bahkan berlebih.
Dalam politik, jegal menjegal itu soal biasa. Perseteruan antar mafia, dan antara mafia dengan mereka yang berupaya memberantas mafia, itu juga biasa terjadi dalam arena politik. Anies sendiri menyadari hal itu.
Bagaimana strategi jegal Anies? Pertama, delegitimasi Anies. Baik terkait dengan pribadinya, maupun kinerjanya sebagai gubernur DKI. Stigma Anies Kadrun, menggunakan politik identitas, didukung kelompok Islam garis keras, ini strategi stigmatisasi untuk pribadi Anies. Stigmatisasi ini gagal setelah Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bergabung. Ini artinya, tuduhan ini rekayasa, bukan ada secara substansial.
Begitu juga dengan stigma bahwa Anies tidak berprestasi. Ini juga stigma, karena hadirnya Jakarta International Stadium (JIS), DP 0%, jalur speda, Jaklingko, WTP lima tahun, dll, akan secara alamiah muncul untuk membantah stigma itu.
Strategi kedua, jadikan Anies tersangka. Formula E menjadi sarana untuk menersangkakan Anies. Sebagaimana publik baca di media, strategi ini gagal. Bahkan sempat membuat internal KPK guncang.
Ketiga, gagalkan Anies untuk mendapatkan tiket maju. Borong semua tiket, agar Anies tidak mendapatkan satupun partai. Ini juga nampaknya akan gagal. Setelah Nasdem mendeklarasikan Anies, disusul oleh PKS, kemudian dikuatkan oleh PKB setelah Cak Imin didaulat menjadi cawapres Anies. Demokrat sempat mendukung, dengan satu syarat AHY jadi cawapres. Gagal jadi cawapres, Demokrat hengkang. Kabarnya, AHY akan mendapatkan jatah menteri Jokowi diresuffle kabinet beberapa waktu ke depan. Menteri apa? Anda silahkan tanya kepada Bapak SBY.
Strategi keempat, PKB dan Cak Imin digembosi. Ada operasi untuk gembosi PKB dan Cak Imin dari semua lini. Silahkan anda baca dan cari tahu operasi ini. Siapa operatornya di lapangan, dan siapa pendananya. Berhasilkah? Kan masih berjalan. Kita lihat nanti hasilnya.
Kelima, ini masih dalam upaya. Semua kekuatan di luar Anies berusaha untuk digabungkan dan melawan Anies. Wacana Prabowo dan Ganjar bergabung oleh beberapa pihak terus diupayakan. Walaupun ini tidak mudah. Namun, dalam politik kemungkinan akan selalu terbuka.
Keenam, strategi kecurangan. Ini baru prediksi. Belum ada data dan buktinya, karena pemilu 2024 belum terselenggara. Prediksi ini muncul dengan mengacu pada pemilu-pemilu sebelumnya. Penguasa cenderung menggunakan instrumen untuk bermain curang. Siapapun penguasa itu.
Pemilu curang, hampir pasti. Seberapa besar kecurangannya, akan bergantung kepada kemauan penguasa dan kekuatan kontrol yang ada. Termasuk sebesar apa integritas penyelenggara pemilu. Dalam hal ini adalah KPU.
Jadi, masih terus ada jalan terjal yang akan dilalui Anies dan Cak Imin lewati. Mampukan mereka melewatinya? [mc]
*Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.