Nusantarakini.com, Jakarta –
Kritikan pedas dari Bang Rocky kepada Presiden Jokowi viral menggegerkan jagad medsos. Ada yang pro ada juga beberapa gelintir orang dan organisasi yang kepanasan. Mereka memprotes Bang Rocky. Bahkan acara ngopi bareng bersama Bang Rocky di Yogya terpaksa dibatalkan.
Sebenarnya kritikan Bang Rocky tersebut wajar-wajar saja. Apalagi jikalau dibandingkan dengan penderitaan rakyat sebagai akibat kebijakan Presiden Jokowi sejak 2014 sampai menjelang akhir masa jabatan yang kedua. Faktanya korupsi semakin ugal-ugalan. Kerugian negara mencapai ratusan trilyun.
Zaman Presiden Soeharto, Edy Tansil yang hanya menggasak uang negara 1,3 trilyun, ketika itu negara berguncang. Zaman SBY negara dirugikan sekitar 3 trilyun, demo berjilid-jilid dan dibentuk Pansus Century.
Kini korupsi merugikan negara ratusan trilyun, rezim hari ini masih dianggap on the track. Adem ayem. Sampai paket sembako untuk rakyat miskin tega dilalap oleh sang Mensos dan kawan-kawan.
Fakta berikutnya, banyak kebijakan Presiden yang telah membuat rakyat terbelah. Hukum nyaris hanya sebagai kumpulan pasal di atas kertas.
KPK terbonsai, alat penegak hukum yang lain malah menjadi instrumen untuk mempertahankan kekuasaan.
Ratusan nyawa hilang sia-sia, antara lain korban unjuk rasa di depan BAWASLU, meninggalnya ratusan petugas KPPS, tragedi KM 50, tragedi Kanjuruan, dst.
PHK terjadi di mana-mana, TKA terus membanjiri wilayah NKRI, sementara warga pribumi lapar dan sulit mencari pekerjaan.
D samping itu ada disparitas gaji yang sangat tajam antara TKA dengan tenaga kerja lokal. Apa nggak menyedihkan?
Ada mantan NAPI berlimpah uang karena diangkat menjadi Komut BUMN.
Itulah sekedar beberapa potret kebijakan Presiden Jokowi yang menyengsarakan rakyat, yang mengundang empati para tokoh yang punya akal sehat, untuk bersuara lantang.
Mereka dengan gigih dan tulus menyuarakan jeritan rakyat yang lapar dan tertindas.
Ada Bang Rizal, Bang Rocky, Bang Dien, Bang Faisal A dan Faisal B, Bang Marwan, Bang Taufiq Bahaudin, ada tokoh gaek Amien Rais dan seterusnya.
Kritik tersebut jika dibandingkan dengan penderitaan rakyat sebagai akibat kebijakan Presiden Jokowi masih terlalu jauh. Belum ada apa-apanya.
Oleh karena itu siapun yang menduduki jabatan publik, yang mengurus kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak boleh terlalu Baper.
Kalau tidak sanggup, ya mundur saja. Kembalikan lagi semua hak protokoler yang serba istimewa kepada negara. Biar mereka kembali jadi orang biasa
Negara tidak lagi memberi rumah dinas, kenderaan dinas, pasukan pengamanan/pengawalan, tidak ada gaji dan tunjangan, tidak ada pensiunan pejabat negara, dst. Singkatnya semua hak protokoler diserahkan kembali.
Biar jadi 100% rakyat biasa, tanpa hak protokoler. Biar merasakan antrian BBM, ujian SIM dan antrian sembako. [mc]
*Suparno M. Jamin, SH, MH, Mantan Ketua Komisi Hukum.