Nusantarakini.com, New York –
Tidak lama setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar meninggalkan rumah tua itu, sang suami juga tiba kembali di rumahnya. Seharian beliau berada di luar rumah mencoba mencari rezeki Allah untuk kelanjutan hidup (survival) mereka. Betapa terkejutnya sang suami mendapatkan isterinya ceria dengan susu yang masih hampir memenuhi bejana itu.
“Dari mana kamu mendapatkan susu sebanyak ini?,” tanya sang suami.
Sang isteri pun bercerita panjang tentang apa yang terjadi siang itu di rumahnya. Bagaimana dua orang yang sedang musafir mengetuk pintu rumahnya, meminta kiranya dapat membeli makanan, hingga seorang di antara mereka meminta izin untuk memeras susu dari kambingnya. Dan anehnya kambing tua itu menghasilkan susu segar yang berlimpah.
Sang isteri bercerita tidak saja mengenai apa yang terjadi. Tapi juga memberikan rincian deskripsi fisik orang yang berkunjung itu. Bahwa orang itu berwajah ceria penuh dengan cahaya, bicaranya jelas dan menarik. Bahkan beliau menceritakan bagaimana rupa fisikal Rasulullah yang atletik. Tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Rambutnya agak panjang hingga ke bahu, dan seterusnya.
Dalam catatan sirah atau sejarah Rasulullah, hanya wanita ini yang bernama Ummu Ma’bad, menceritakan dengan cukup rinci ciri-ciri fisik (physical description) Rasulullah SAW. Hampir tidak ditemukan deskripsi yang rinci dari sahabat lainnya. Mungkin hikmahnya agar Rasulullah tidak dibuat dalam bentuk gambar imajinatif di kemudian hari oleh pengikutnya.
Mendengar penjelasan isterinya, sang suami berkata: “itulah orang yang saat ini sedang dicari oleh para pembesar Mekah”. Berita menghilangnya Muhammad memang telah tersebar ke seantero Arabia saat itu. Padahal media, apalagi media sosial belum ada seperti saat ini. Mungkin mereka punya caranya sendiri.
Sang suami juga mengatakan kepada isterinya: “salah seorang dari mereka itu mengaku nabi”.
Mendengar itu, isterinya menyahut: “itu bukan pengakuan. Tapi benar bahwa dia adalah seorang Nabi”. Akhirnya mereka berdua memutuskan memeluk agama Islam dan menjadi pengikut Rasulullah SAW.
Sementara itu Rasulullah dan Abu Bakar terus melangkah mengendarai ontanya menuju Madinah. Berselang tidak lagi terlalu jauh dari Madinah mereka berdua berpapasan dengan sekelompok orang yang sedang dalam perjalanan. Rupanya mereka adalah kolega Abu Bakar di saat masih aktif berdagang. Mereka mengenal Abu Bakar. Tapi belum mengenal Rasulullah SAW.
Mereka pun bertanya kepada Abu Bakar:
“Wahai Abu Bakar, siapa orang yang bersamamu?”
Abu Bakar menjawab: “Ini adalah petunjuk jalanku”.
Abu Bakar memakai “hiilah” atau strategi bahasa. Beliau tidak berbohong karena faktanya Rasulullah adalah “haadi ilaas shiratal mustaqiim” (menunjuki dengan ajarannya ke jalan lurus). Walaupun caravan itu memahaminya jika orang itu (Muhammad) adalah penunjuk jalan (guide) bagi Abu Bakar dalam arti konvensional.
Singkat cerita perjalanan Rasulullah dan Abu Bakar semakin mendekat ke Madinah. Walaupun telah dekat, kota yang masih bernama Yatsrib itu belum nampak di mata Rasulullah dan Abu Bakar. Mereka hanya melangkah dan melangkah secepat mungkin untuk tiba di kota itu. Rasulullah sudah sangat tidak sabar ketemu dengan para sahabatnya yang telah terdahulu pindah ke kota itu.
Sementara itu, di ujung sana di kota peradaban itu, penduduknya sudah tidak sabar menyambut kedatangan al-habiib, Rasulullah SAW. Sebagian lelaki yang masih muda memanjat pohon-pohon korma agar bisa melihat di saat Rasulullah memasuki kota itu.
Tibalah momen yang ditunggu-tunggu itu. Rasulullah dan Abu Bakar memasuki kota peradaban dunia, disambut dengan riang gembira oleh para sahabatnya. Sambil berlarian, sebagian menggelantung di atas pohon-pohon korma, atau di atas atap rumah-rumah, mereka menyambut Rasulullah SAW dengan riang gembira sambil menyanyikan lagu “طلع البدر علينا (bulan purnama telah terbit di atas kita”… yang populer itu.
Para sahabat penduduk asli kota Madinah, yang dikemudian hari dikenal dengan kaum Anshor, berebutan menyambut Rasulullah. Semuanya ingin rumahnya yang menjadi persinggahan pertama beliau. Tapi Rasulullah memilih untuk tetap di atas ontanya hingga onta itu berbenti sendiri di depan sebuah rumah milik Abu Ayub Al-Anshori. Rasulullah kemudian turun dari ontanya. Dan sebelum melakukan apa-apa, beliau meletakkan sebuah batu yang menjadi simbol fondasi Masjid pertama dalam sejarah Islam. Itulah masjid Kuba.
Demikian malam-malam tegang yang dilalui Rasulullah SAW di saat berhijrah dari Mekah ke Madinah. Tulisan ini memang sengaja hanya menuliskan perjalanan yang menegangkan itu. Dari malam pertemuan perencanaan jahat pemimpin Kafir Quraish, hingga momen-momen Rasulullah memasuki kota Perdana yang tersinarkan (Madinah Al-Munawwarah).
Saya tidak bermaksud menuliskan sejarah Hijrah secara menyeluruh. Melainkan sekedar ingin menggambarkan momen-momen sulit dan menegangkan itu dalam perjalanan hijrah. Dengan semua hal yang menegangkan itu pelajaran terpenting yang harus kita petik adalah keyakinan akan kebersamaan dengan Allah (ma’iyatullah). Bahwa betapa pun sulitnya tantangan yang ada, Allah akan selalu hadir bersama orang-orang yang beriman.
Insya Allah tulisan berikutnya tidak lagi berbicara tentang malam-malam yang menegangkan. Tapi akan lebih banyak menyoroti langkah-langkah Rasulullah dalam membangun “peradaban yang tersinari” (Madinah Al-Munawwarah). InsyaAllah! [mc]
NYC Subway, 27 Juli 2023.
*Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation.