Nusantarakini.com, Jakarta –Ketua Koperasi Pasar HWI Lindeteves Glodok Jakarta, Chandra Suwono, masih prihatin melihat perseteruan WD-40 dengan Get All-40 yang masih berkepanjangan sampai sekarang. Hal ini bermula dari gugatan pembatalan sertifikat Get All-40 oleh WD-40 pada tahun 2015. Dimana dalam persengketaan tersebut, awalnya Get All-40 kalah sampai pada tingkatan Mahkamah Agung (MA), namun akhirnya menang dalam Komisi Banding di HKI.
“Namun Get All-40 berhasil mengambil kembali haknya, melalui Komisi Banding di HKI, dengan diterbitkannya PP 10 tahun 2019, tentang tata cara banding merek di HKI,” terang Chandra dalam keterangannya kepada redaksi, Jakarta, Rabu (17/3/2021).
Menurut Chandra, Get All-40 merasa dirugikan selama beberapa tahun karena terhentinya produksi atas purchase order (PO) pesanan yang sudah diterima. Maka setelah berhasil mengambil kembali haknya, Get All-40 melakukan gugatan ganti rugi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor gugatan 41.
“Gugatan tersebut dilayangkan Agustus tahun 2020 dan dijadwalkan sidang perdananya pada tanggal 6 Januari 2021. Dan di sini nampak sekali arogansi dari pengusaha Amerika WD-40 itu,” jelas Chandra.
“Karena mereka tidak ambil peduli dengan gugatan Get All-40, tidak hadir dalam sidang untuk menjawab gugatan Get All-40, malah seminggu kemudian WD-40 mengugat balik ke Get All-40 untuk membatalkan sertifikat Get All-40,” sambung Chandra penuh keheranan.
Chandra menegaskan bahwa WD-40 jelas sekali melecehkan institusi kehakiman, menciderai hukum Indonesia dengan azas sederhana, cepat dan murah. Karena hukum menjadi rancu dengan adanya satu objek ada dua gugatan dengan para pihak yang sama.
“Sehingga agar supaya tidak terjadi kerancuan dalam hukum, mestinya gugatan WD-40 tidak perlu diterima atau setidak-tidaknya tidak disidangkan, mengingat azas hukum Indonesia yang sederhana, cepat dan murah,” terangnya.
Chandra percaya yang mulia para hakim yang mengadili sengketa ini, dapat mengambil keputusan seadil-adilnya agar dapat memberikan kepastian hukum untuk dunia usaha.
Dan Chandra Juga meminta KPK untuk ikut mengawasi proses hukum tersebut, karena Terdapat keadaan yang tidak lazim yaitu, adanya gugatan perkara perdata khusus No : 41/Pdt.Sus-HKI/Merek/2020/PN.Jkt.Pst dengan Pihak Benny Bong (Get All-40) sebagai Penggugat dan Pihak WD 40 Company sebagai Tergugat 1 dan pihak WD-40 Manufacturing Company sebagai Tergugat 2. Serta adanya gugatan perdata khusus No : 3/Pdt.Sus-HKI/Merek/2021/PN.Jkt.Pst, dengan Pihak WD-40 Company dan WD-40 Manufacturing Company sebagai penggugat dan Pihak Benny Bong (Get All-40) sebagai pihak tergugat.
Hal mana secara nyata-nyata terdapat kesamaan para pihak dengan objek gugatan yang sama tapi ada dua nomor register perkara. Secara teknis hukum acara perdata, seharusnya pihak WD-40 tidak membuat gugatan baru tapi cukup menjawab gugatan dari Benny Bong sekaligus membuat gugatan balik (rekonvensi).
Maka dapat dipastikan tindakan WD-40 sudah menyalahi asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana tertuang dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, meskipun demikian proses hukumnya ternyata tetap diproses. Inilah yang menurut Chandra pentingnya pengawasan dari KPK dalam menyoroti sengketa merk dagang antara perusahaan asing dari Amerika dengan perusahaan lokal tersebut. [ian]