Nusantarakini.com, Lamongan –
Wajah cantik itu menari-nari indah dalam imajinasiku, seirama dengan alunan musik nan merdu bersenandung. Rupa yang elok itu semakin menyesatkan diriku, membuatku terbuai dalam jurang khayalan.
Angin bertiup lirih menebar benih menembus Asmaraloka. Pesona ayu-mu itu telah menyihirku. Layaknya Dasamuka hilang akal karena Dewi Shinta.
Aku tertikam panah asmaramu! Lihatlah olehmu. Aku terjatuh … terkapar … aku hilang akal … aku terbunuh rasa rindu paling kekal.
Haruskah aku membual setiap saat? Menceritakan rasaku pada jagad raya, ataukah aku diamkan dan mengubur dalam-dalam tentangmu?
Aku perhatikan manusia lalu-lalang dengan kekosongan jiwa, berjalan tergopoh-gopoh dengan penuh keserakahan mendominasi pikiran.
Berbeda denganmu, senyuman yang kamu suguhkan meredakan kerisauan hati. Kelembutan tuturmu menyejukkan jiwa. Kehangatan yang kamu tawarkan menundukkan keegoisanku.
Zahir wajahmu membungkus batas khayalku. Aku porak poranda bersama bayangmu yang memelukku. Inginku menetap dan hidup di sana. Di benua entah, bersama degup jantungmu yang menghangatkan jiwa.
Senja tampak begitu manis sore ini, semanis saat kau tersenyum. Langit sangat teduh seperti tatapanmu yang selalu meneduhkan kegersangan padang pasir.
Seharusnya kusudahi membual tentangmu. Sepantasnya memori usang terkubur dalam perut bumi. Tetapi, bumi semakin menumbuh-suburkan tiap jengkal kenangan bersamamu.
Aku hidup kekal di sana dan rajutan mimpi menutupi mata hati. Tak ada yang paling indah sepanjang perjalanan. Kecuali menghadirkan sosokmu hingga batas usia
Masa indah itu kini terbunuh, terbungkus kafan, seharusnya telah damai, tetapi ‘Ruh’ itu bangkit menerjang batas semesta. Saat ku coba menghadang, semakin lantang ia menantang. Aku tendang, dan dibuatnya diriku tumbang!
Pesona ayu-mu mengekang angan berkepanjangan. Paradoksal estetika rona wajahmu menjebak diriku dalam ilusi usang. Kenangan mengusik jiwa. Savanaku! [mc]
Lamongan
Minggu 9 Pebruari 2020
*Sayuh, Penulis Lepas Berjiwa Bebas.