Nusantarakini.com, Jakarta –
Salah ketik! Ini dia! Satu kesalahan yang selama ini dicari dan ditunggu, ketemu! Bahan bagus. Bahkan bagus banget. Gak boleh dilewatkan!
Kalau merasa salah, mundur aja! Kata Gilbert Simanjuntak, seorang anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP. Ini cacat administrasi, cacat hukum, katanya lagi. KPK harus turun, lanjutnya.
Ini manipulasi. Ini pembohongan publik, kata Prasetyo Edi Marsudi, ketua DPRD DKI dari PDIP. Hari ini saya masih punya palu. Kalau dia keras, saya akan keras, katanya lagi.
Apa sih masalahnya, sampai keras-kerasan begitu? Sampai bilang manipulasi, pembohongan publik, KPK harus turun, dan minta ada yang mundur. Situasinya seperti mau kiamat aja.
Ini hanya soal surat Pemprov DKI ke mensesneg terkait ijin penyelenggaraan ajang Formula E yang akan menggunakan kawasan Monas. Begitu menurut penjelasan Syaefullah, Sekda DKI. Dalam surat yang dikirim pemprov DKI ada salah ketik. Harusnya tertulis “Tim Sidang Pemugaran (TSP)” , tapi ditulis “Tim Ahli Cagar Budaya (TACB)”.
Manipulasi.. Pembohongan publik… Sabar! Dianggap manipulasi atau pembohongan publik, jika ada kesengajaan. Perlu dicek, ada gak kesengajaan? Kalau ada kesengajaan, siapa pihak yang melakukannya? Staf pegawai, biro hukum, sekda, atau gubernur? Jangan belum apa-apa, sudah teriak mundur! KPK harus turun! Saya masih punya palu! Emosional banget bung. Tukang bangunan di dekat rumah saya juga punya banyak palu. Hehehe.. Maaf, guyon!
Pemprov salah, iya! Ada ketelodoran administrasi. Wajar jika DPRD menegur. Memang harus diingatkan. Gak boleh terulang. Gak boleh lagi teledor. Kendati tak ada risiko fatal, baik terkait keuangan atau yang lain. Tetap harus dievaluasi dan Pemprov mesti lebih hati-hati.
Tapi, kalau negur ya sewajarnya menegur. Gak perlu emosional, mengumbar ke media dan pakai ancaman palu segala. Calm! Slow! Kecuali jika mau dijadikan panggung untuk hajar gubernur. Nah, itu lain soal. Sudah bias!
Kalau terlalu keras reaksinya, rakyat justru malah bertanya: gara-gara salah ketik saja sebegitu marahnya, ada apa ini? Seolah lupa dengan persoalan Harun Masiku yang entah sedang makan malam bersama siapa.
Gak perlu nyuruh KPK turun bro. Entar ribut soal surat geledah lagi. Berabe! Jangan khawatir, tanpa disuruh, KPK, BPK, kepolisian dan ICW sudah melototin. Kemana aliran dana untuk ajang Formula E diawasi.
Rakyat melihat bahwa ajang Formula E yang akan digelar bulan Juni di sekitar kawasan Monas adalah event internasional. Ini akan menjadi promosi Indonesia di mata dunia. Bukan hanya untuk Jakarta. Apalagi untuk gubernur. Tapi, bagi sebagian politisi, ini dianggap peristiwa politik. Sukses ajang Formula E, maka nama Anies selaku gubernur akan makin berkibar. Tidak saja di tingkat nasional, tapi juga global. Ngiri ya? Makanya jadilah gubernur DKI. Tapi, kalau jadi gubernur yang cerdas. Jangan sibuk nyari upeti di reklamasi dan sumber waras.
Kesuksesan Anies dianggap oleh sebagian politisi sebagai investasi untuk 2024. Bahaya! Karena itu, sebisa mungkin diganjal. Semua yang potensial menjadi investasi Anies harus dihambat dan dihalangi. Ini cara efektif untuk menghadang Anies maju di 2024.
Saat ini, Anies memang tokoh paling populer. Berbagai survei, dukungan terhadap Anies untuk 2024 tertinggi. Sementara, belum ada tokoh lain, terutama dari PDIP, yang potensial untuk dilawankan dengan Anies. Puan Maharani? Sepertinya belum ngangkat. Kalau begitu, kenapa gak dukung Anies saja? Cocok! Declare usung Anies, adem bro!
Jika gak punya calon yang berpotensi menang, sikap yang paling rasional adalah mendukung yang sudah ada. Gak perlu paksaan diri untuk nyalon jika peluangnya kecil. Ini barangkali yang sedang dipikirkan partai-partai lain seperti Nasdem.
Publik umumnya sudah paham dan gak terlalu heran. Semakin diganjal, semakin dihambat, semakin dihalang-halangi, justru blessing buat Anies. Mirip aktor James Bon dalam sebuah film. Selalu bisa keluar dari jebakan maut musuh-musuhnya. Kalau ini adalah fakta yang terjadi selama ini. Berkah, kata para kiai.
Bagi rakyat, 2024 masih jauh. Para politisi gak usah pada galau dan over acting. Tugas kalian yang sudah punya kursi adalah melayani dan menyuarakan kebutuhan rakyat. Memberikan kemampuan terbaik untuk bangsa dan negeri ini. Bukan bikin gaduh. Kalau mau buat gaduh, jangan jadi politisi. Jadi tukang obat saja dan teriak-teriak di pinggir jalan. Obat pusing…, obat lemes… , obat nguatin syahwat… , obat kesepian…, Manjur… Murah… Harga kejangkau…kasiatnya langsung tokcer… Ayo beli… beli… Nah, pasti jalanan gaduh! [mc]
Jakarta, 15/2/2024.
*Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.