Nusantarakini.com, Humbahas –
Pengadaan bibit bambu dengan anggaran 1,6 M oleh Pemkab Humbang Hasundutan (Humbahas) saat ini hangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama di media sosial, salah di group facebook Kabar-Kabari HumbangHasundutan.
Kebijakan pemkab tersebut banyak mendapat tanggapan dan pertanyaan oleh masyarakat mengingat besarnya anggaran tersebut. Disisi lain, karena kurangnya informasi yang jelas dan rinci terkait alokasinya, juga terdapat pro dan kontra oleh berbagai pihak atas pengadaan bibit bambu, sehingga bermunculan berbagai opini publik yang simpang siur. Alih alih memang karena kepedulian pemerintah untuk mengatasi bencana longsor, tapi dengan pengadaan bambu tersebut dinilai tidak tepat sasaran.
Menyikapi tersebut, sekelompok pemuda yang mengatasnamakan Komunitas Pemuda Peduli HumbangHasundutan (KPPH) menyayangkan kebijakan pemkab yang dirasa tidak tepat dan tidak etis.
Korodinator KPPH, Bangkit Aritonang mengatakan, bahwa Pemkab Humbahas melalui Dinas Lingkungan Hidup terlalu berlebihan dalam pengadaan bibit bambu yang memakan anggaran yang sangat besar tersebut. Dan dirasa ada sekelompok oknum yang terlibat dalam pengadaan bibit tersebut dengan alokasi anggaran sebesar 1,6 M untuk kepentingan tertentu.
Sebelumnya melalui pemberitaan media metrokampung.com, Pemkab Humbahas melalui Kepala dinas lingkungan hidup kabupaten Humbang Hasundutan, Ir. Minrod Sigalingging didampingi Kepala Bidang (Kabid) Pemulihan dan Pemeliharaan Lingkungan, Halomoan Simanullang ketika ditemui para awak media di ruang kerjanya, Selasa,(11/2/2020) menjelaskan bahwa dana hibah yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Reboisasi (DR) ini sebelumnya dialokasikan kepada 10 kelompok tani, dengan rincian detailnya 1(satu) kelompok tani per Kecamatan. Namun mengingat daerah aliran sungai yang berada di Kecamatan Lintong Nihuta dan Kecamatan Paranginan tidak memenuhi syarat, maka pengajuan penyaluran dana hibah tersebut hanya terealisasi kepada 8 (delapan) kelompok tani, yakni Kecamatan Dolok Sanggul, Pollung, Onan Ganjang, Baktiraja, Sijamapolang, Tarabintang, Parlilitan dan Pakkat.
Setelahnya, dana yang sudah diposkan untuk kegiatan penanaman bambu ini sekitar Rp. 2,5 M , terpaksa harus menjadi silpa anggaran tahun 2019 di rekening kas umum daerah (RKUD) senilai Rp. 700 juta. Dana bagi hasil yang terserap untuk kegiatan penanaman bambu oleh 8 (delapan) kelompok tani sebesar Rp. 1,6 M dengan rincian 200 juta per kelompok tani untuk kapasitas bibit sebanyak 5000 hingga 7000 bibit. Sebelum disalurkan, kelompok tani penerima bantuan terlebih dahulu diverifikasi oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup sesuai syarat dan ketentuan berlaku.
“Dana tersebut sangatlah besar hanya untuk sekedar pengadaan bibit bambu, bukankah Dinas Lingkungan Hidup menyediakan pasokan bibit pohon yang dimana akan itu akan lebih tepat untuk reboisasi di Daerah Aliran Sungai dan bisa jadi memakan dana yang tidak sebesar 1,6 M tersebut. Sehingga dana hibah tersebut bisa dialokasikan untuk sektor yang lebih diutamakan,” tutur Aritonang dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Nusantarakini.com, Jumat (14/2/2020).
“Belum lagi kita tahu secara jelas informasi kelompok tani yang disebutkan sehingga memunculkan opini bahwa segelintir oknum bermain bisnis di sini dan suplier bambu pun tidak disebutkan,” imbuhnya.
Lebih lanjut Bangkit Aritonang yang merupakan asli dari Kecamatan Lintong Nihuta menyampaikan, bahwa ini adalah masalah yang serius, meski bertujuan untuk mengatasi bencana longsor yang lokasinya belum jelas kita ketahui. Dia berharap Pemkab Humbahas lebih jeli mengelola anggaran dan jika perlu dilakukan sosialisasi secara akurat terhadap masyarakat Humbahas agar pengalokasian anggaran tersebut sesuai dengan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Humbahas.
Ganda M Sihite, Sekretaris KPPH menambahkan, bahwa pengadaan bibit bambu dengan anggaran sebesar 1,6 M perlu ditinjau ulang oleh Pemkab Humbahas. Apakah tepat sasaran atau memberikan kemanfaatan terhadap masyarakat. Karena jika diperhatikan bahwa sasaran alokasi yang dimaksud oleh pemkab adalah mengantisipasi longsor di Daerah Aliran Sungai (DAS) tapi sejauh ini dan sudah beberapa tahun belum pernah ada informasi yang menyatakan bahwa terjadinya longsor di Daerah Aliran Sungai. Justru yang ada longsor terjadi di Humbahas itu merupakan di daerah curam di bahu jalan. Misalnya di Kecamatan Pakkat, jalan arah Kecamatan Pollung dan beberapa daerah lainnya.
“Walaupun beredar berbagai opini di kalangan masyarakat, di media atau media sosial, seperti anggaran dana tersebut berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup, dari Dana Bagi Hasil, SILPA ataupun ada klarifikasi oleh instansi terkait, tetap juga pengadaan bibit bambu dengan 1,6 M menjadi pertanyaan dan tidak tepat sasaran. Mengingat di Humbahas juga banyak bambu, seperti Di Doloksanggul, Di Kecamatan Pakkat dan beberapa kecamatan lainnya, sehingga saya rasa tidak perlu mengucurkan dana sebesar itu untuk pengadaan bibit bambu jika betul niat pemkab untuk mengantisipasi Longsor di Daerah Aliran Sungai (kalaupun longsornya ada),” beber Ganda panjang lebar.
Menurut Ganda, jika pun memang anggaran sebesar itu dari kementerian untuk alokasi reboisasi, setidaknya sasarannya tepat, entah itu dialihkan ke yang lain guna menunjang keberlangsunga ekosistem alam atau merawat kembali hutan yang hari ini kian habis dijejali oleh para ilegal loging atau korporasi lebih berfaedah ketimbang bambu yang katanya antisipasi longsor di Daerah Aliran Sungai yang tidak kita tahu yang mana.
“Ditambah juga 8 kelompok tani yang dimaksudkan untuk menerima dana pengadaan bibit itu tidak tahu yang mana, bisa jadi masyarakat berasumsi yang tidak tidak akan hal itu,” ungkap Ganda.
“Jadi kami meminta agara pemkab mempertimbangkan serta meninjau ulang kembali kebijakannya dalam pengadaan bibit bambu sebesar 1,6 M ini. Agar anggaran sebesar itu tidak terbuang secara sia-sia yang seperti kita ketahui insiden yang hampir sama di ibukota pengadaan pohon bambu dengan anggaran yang besar tapi manfaatnya hanya sementara. Jadi untuk itu kami harap pemkab merealisasikan program kerja dengan anggaran yang tepat sasaran sesuai dengan Motto Humbahas yaitu HEBAT,” pungkasnya.
Berdasarkan itu, KPPH meminta agar pemkab memberikan wacana dan kebijakan yang tepat sasaran agar masyarakat tidak berasumsi dan beropini yang lain-lain. Disamping itu juga diharapkan masyarakat jangan mempolitisirnya dengan kepentingan politik menjelang Pilkada 2020 yang mana jadi bahan untuk saling menyerang antara sesama pendukung.
Walaupun Petahana akan mencalonkan kembali, tapi tetap segala kebijakan yang tidak pro rakyat dan tidak etis wajib dikritisi dan dipertanyakan, karena masih dalam masa jabatannya. Dan ditekankan juga bahwa KPPH bersikap tidak berpihak pada barisan siapapun, tetapi berpihak terhadap masyarakat Humbahas. [mc]