Nusantarakini.com, Jakarta –
Dana haji bermasalah, begitu kira-kira persepsi yang berkembang di otak publik. Ada yang bilang 120 triliun dana haji dipakai untuk infrastruktur. Ada lagi yang bilang dananya raib. Ada juga yang bilang dimakan oleh BPKH. Macam-macam opini yang berkembang.
Persisnya? Rakyat tak banyak tahu. Tapi persepsi negatif itu terlanjur berkembang dan viral. Dominan di kepala rakyat. Bahkan ada yang minta untuk mendirikan BPKH Watch. Semacam Dewan Pengawas Dana Haji. Yang lebih ekstrem lagi minta BPKH dibubarkan saja. Makin ganas… Asal jangan minta kemenag atau negara dibubarkan aja…
Kenapa fenomena ini terjadi? Kuat dugaan disebabkan oleh kepercayaan publik kepada pemerintah yang rendah. Ditambah lagi cara komunikasi dan narasi-narasi dari menteri agama yang sering membuat banyak umat Islam panas telinga. Itu dulu, awal diangkat jadi menteri. Sekarang pelan-pelan sepertinya mulai berubah. Siapa bilang? Gue!
Dana haji bermasalah? Yes! 1000 persen anda benar. Dimana masalahnya? Di ongkos haji. Terlalu murah dengan fasilitas mewah. Itu kata BPKH. Benarkah? Sampai disini, mari kita diskusi. Silahkan yang punya data dikeluarin. Yang punya pengalaman disampaikan. Ini sekaligus jadi trigger untuk evaluasi. Evaluasi harus diawali dengan bongkar-bongkar fakta. Supaya akurat dan obyektif.
Ongkos haji 69,1 juta. Jama’ah cuma setor 35,2 juta. BPKH sebagai penyelenggara haji, tekor. Terus, nutupinya dari mana? Dari setoran calon jama’ah haji yang ngantri. Jumlahnya sekitar 4,25 juta calon jama’ah. Uangnya diputar sana diputar sini. Tentu di usaha yang halal. Bukan dibawa ke Macau dan Las Vegas. Itu mah judi kasino. No!
Intinya, ketutuplah ongkos haji. Tapi, 4,25 juta colon jama’ah haji dalam daftar tunggu yang uangnya diputar-putar di dunia usaha tadi gak dapat hasil apa-apa. Investasi bodong? Bukan! Hasilnya dipakai untuk bayar kekurangan biaya jama’ah haji yang berangkat duluan. Ridho gak uangnya dipakai duluan bro? Ridho kalau entar waktunya berangkat anda tetap kebagian juga. Kalau gak kebagian? Pasti marah-marah. Dijamin geger!
Lebih fair kalau hasil investasi itu langsung masuk ke “Rekening Tabungan Haji” masing-masing calon jama’ah. Jadi, jama’ah bisa tahu berapa hasil investasi 25 juta (setoran awal) yang diputer itu setiap tahunnya. Nambah gak? Kalau nambah, berapa? Kok jadi bisnis? Kok jadi hitung-hitungan? Bukan! Ini transparansi. Sekarang era keterbukaan. Semua mesti bisa dipelototin.
Kalau sistem ini dijalankan, BPKH aman. Gak akan dicurigai dan dituduh macam-macam. Opini negatif bisa ditekan. Di kemudian hari akan ramai orang daftar haji, bukan ramai opini. Kalau semua data terbuka ke publik, siapa yang mau neko-neko? Lalu, siapa yang nombokin kekurangan ongkos haji? Biarlah itu dipikirin menteri agama.
Mumpung ini lagi ramai, hangat setengah panas, buka saja semuanya. Transparan! Jangan kasih ruang tangan-tangan kotor berebut dana haji. Termasuk tangan-tangan infrastruktur. Terutama di musim pilpres. Jangan sampai dana haji bernasib seperti PT. Jiwasraya dan PT. Asabri. Awas Pansus! Lari… [mc]
Jakarta, 7/2/2020
*Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.