Nusantarakini.com, Jakarta –
Di atas kertas, Riza Patria akan terpilih jadi Wagub DKI, dampingi Anies Baswedan. PDIP-Gerindra berkongsi. PDIP punya 25 suara, dan Gerindra punya 19 suara di DPRD. Total 44 suara. Hanya perlu tambahan sepuluh suara, menang! Jumlah kursi di DPRD DKI 106. Riza Patria butuh 54 suara. Jadi, hanya kurang 10 suara untuk menang. Bisa dari Demokrat yang punya 10 suara, atau gabungan dua partai. Relatif lebih mudah dibanding Nurmansyah Lubis yang hanya punya 16 suara dari PKS.
Jika ingin menang, Nurmansyah Lubis butuh tambahan 38 suara untuk sampai angka 54 suara. Namun, belanja 38 suara tidaklah mudah. Kecuali ada tawaran aduhai.
Ini bukan soal integritas dan kapasitas. Untuk menjadi kepala daerah, termasuk Wagub DKI, gak ada persyaratan integritas dan kapasitas. Apalagi pemilihnya adalah anggota DPRD. Kemampuan lobi, terutama kelihaian bertransaksi menentukan siapa yang akan jadi Wagub DKI.
Fit and proper test yang diusulkan PSI DKI untuk menguji kelayakan cawagub DKI sangat bagus sekali. Ini bisa menjadi wacana awal untuk menyuarakan pentingnya standar moral dan kompetensi bagi calon pejabat publik. Tak hanya untuk cawagub DKI, kedepan semua calon kepala daerah, caleg, calon DPD, dan capres-cawapres mesti harus dijaring melalui vit and proper test, agar Indonesia kedepan memiliki pejabat publik yang berintegritas dan punya standar kompetensi. Bukan hanya sekedar mengandalkan “elektabilitas” dan “isi tas” yang selama ini menandai proses demokrasi kita.
Tapi, publik gak yakin usul PSI diterima. Beberapa partai sudah menyatakan menolak. Lepas soal apakah PSI main-main dengan usul itu dan hanya mencari panggung sebagaimana strategi brandingnya yang selama ini ditekuni, tapi usul vit and proper test PSI layak diapresiasi.
Secara umum, partai politik, juga anggota dewan sangat pragmatis. Ini disebabkan salah satunya oleh faktor biaya politik yang begitu besar. Butuh balik modal, dan juga untuk “nyicil” persiapkan logistik pada pileg berikutnya. Dalam konteks pemilihan Wagub DKI ini, memang agak berat kalau kita berharap anggota DPRD peduli pada syarat integritas dan kapasitas. Apalagi gak ada basis undang-undangnya. Tatib? Akan dibuat sesuai kepentingan masing-masing pihak.
Dalam hal ini, partai politik dan anggota DPRD akan bersikap realistis. Dukung siapa yang potensi kemenangannya lebih besar. Riza Patria lebih besar peluangnya. Kecuali jika kompensasi calon dari PKS aduhai. Mungkinkah kader PKS siap melawan kemampuan logistik yang disiapkan oleh calon Gerindra? Yang bener aja! Sejumlah kader Gerindra punya akses logistik yang gak diragukan lagi. Sementara PKS masih sibuk dengan urusan halal-haram dan idealisme keumatan. Inilah kelebihan sekaligus kekurangan partai dakwah.
Kok bicara logistik? Nah, publik perlu sedikit cerdas. DKI punya APBD 87,95 triliun. 60 persen ekonomi berputar di DKI. Wagub adalah orang nomor dua dalam menentukan kebijakan. Dari aspek ini, banyak pihak berkepentingan. Tak hanya partai politik, tapi juga pengusaha yang berbisnis di ibu kota. Apakah kira-kira pemilihan cawagub DKI dibiarkan berjalan hanya di ruang gedung DPRD? Tidak ada pihak lain yang ikut menyuarakan kepentingannya? Tentu anda bisa berpikir lebih logis.
Apalagi sekian dari kebijakan Anies, sang gubernur, selama ini dianggap banyak mengganggu dan menghambat bisnis liar dari para mafia yang mengumpulkan kekayaannya di ibu kota. Reklamasi, Alexis, kelola apartemen dan sejumlah bisnis yang lain. Wagub bisa menjadi pintu segar untuk masuk dan mempengaruhi kebijakan. Kendati Anies dikenal sebagai pemimpin yang tak mudah berkompromi dengan para mafia itu.
Lalu, bagaimana nasib PKS? Mesti realistis. Bertarung hidup dan mati di DPRD, besar kemungkinan kalah. Keluar tenaga sia-sia. Menyerah? Boleh jadi begitu. Gak ada pilihan lain. Tapi harus dengan cerdas.
Sejak PKS terima dan tanda tangangani salah satu calon wagub dari Gerindra, publik menilai bahwa PKS telah menyerah. Maksudnya? Siap menyerahkan posisi wagub ke kader Gerindra. Tak ada pilihan lain. Demi memenuhi hak warga Jakarta untuk mendapatkan pelayanan dari hadirnya seorang wagub, katanya. Inilah salah satu kelebihan PKS, masih tetap memikirkan kepentingan rakyat dalam posisi “tersakiti” untuk kesekian kalinya. Terdzalimi, kata netizen.
Apa kompensasi yang akan didapat PKS? Gratis? Tentu akan dianggap bodoh jika menyerah dengan gratis. Terima kompensasi? PKS mesti hati-hati. Salah-salah akan dianggap telah menjual keringat umat. Dilematis! Memilih untuk dianggap bodoh, atau dituduh jual keringat umat. Di sinilah seninya berpolitik. Sekaligus ujian bagi PKS dalam menghadapi situasi dilematis ini. [mc]
*Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.