Nusantarakini.com, Jakarta –
Ustadz Abdul Shomad (UAS) bersua dengan Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto. Pertemuan yang ditayangkan secara eksklusif di TVOne, Kamis (11/4/2019) sore itu berlangsung dalam suasana yang tampak santai.
Entah siapa yang menginisiasi pertemuan itu. Tapi dalam diskusi yang berlangsung tidak lebih dari seperempat jam itu, UAS menceritakan soal banyaknya amanah dan pesan dari beberapa ulama yang tergolong mukasyafah, yakni ulama yang memiliki mata batin yang mampu menembus pandang ke alam ghaib.
Para ulama ini tidak terkenal. Dawuhnya tidak viral seperti UAS. Mereka memilih menjauh dari popularitas. Zuhud alias tidak cinta dunia. Tak menerima tamu wanita. Tak tertarik dengan kehadiran pejabat di kediamannya. Jika pun menerima tamu, paling-paling hanya dua sampai tiga menit.
Di antara sebagian dari ulama-ulama itu, kata UAS, ada yang bercerita pernah bermimpi Prabowo sebanyak lima kali. Ada pula yang secara langsung membisikkan nama Prabowo. Maka, UAS menganggap kisah-kisah itu sebagai amanah yang mesti disampaikan kepada Prabowo dan juga kepada rakyat Indonesia.
“Ulama ini ulama yang tidak dikenal orang, mata batinnya bersih, dibukakan hijab kepada dia, ulama yang tidak butuh materi. Saya tidak pernah tanya kepada mereka, biarkan mereka baca hati saya. Dan, ketika datang, saya dekatkan telinga, apa kata dia? Saya mimpi 5 kali bertemu dia. Saya tanya, siapa? Prabowo. Kalau mimpi satu kali boleh jadi dari syetan. Lima kali ia mimpi, ia lihat Bapak (Prabowo, red). Signal dari Allah,” kata UAS.
Dalam pertemuan singkat itu, Prabowo seakan tampil seperti seorang wartawan yang bertanya kepada narasumber. Prabowo juga seperti seorang yang haus akan nasihat para ulama. Ia meminta nasihat-nasihat itu kepada UAS.
UAS pun memberikan nasihat-nasihat dengan menukil beberapa ayat Al-Quran. Di antaranya ayat tentang kewajiban menjalankan amanah yang dititipkan di pundak Prabowo, dan juga ayat tentang kewajiban berlaku adil dan menjadi pemimpin adil. Dalam hal ini, UAS mengutip pesan Imam Ahmad bin Hambal alias Imam Hambali yang berkata, “Seandainya hanya ada satu doa yang diterima, maka berdoalah agar diberikan pemimpin yang adil.”
Kenapa itu yang diminta dalam doa? Karena jika minta misalnya istri shalehah, maka kebahagiaan itu hanya milik satu orang, atau satu keluarga. Tapi jika minta pemimpin adil, yang merasakan keadilan dan kebahagiaan adalah seluruh rakyat di negeri itu.
Di akhir pertemuan, sebelum berdoa, UAS memberikan hadiah berupa parfum dan tasbih dari Persia. Ia meminta Prabowo agar berdzikir kepada Allah. UAS kemudian mengumandangkan kalimat dzikir yang paling utama, yaitu kalimat Tauhid, “Laa ilaaha illallah”. UAS juga meletakkan tangannya ke dada Prabowo sembari mengucapkan kalimat dzikir tersebut.
Dua Pribadi Ikhlas
Dua permintaan lagi dari UAS untuk Prabowo jika terpilih sebagai presiden. 1. Jangan mengundangnya ke istana, dan 2. Jangan memberinya jabatan apapun. UAS hanya ingin menjadi pendakwah yang “keluar masuk kampung-kampung di Indonesia”.
Dua permintaan UAS ini menunjukkan ia merupakan pribadi yang ikhlas. Tak ada dalam hatinya tebersit kepentingan apapun. Ia tak tertarik dengan jabatan tertentu. Ia ingin hanya fokus menjadi seorang da’i, pendidik dan penyebar Islam ke penjuru negeri.
Di sisi lain, Prabowo sejak jauh-jauh hari sudah dikenal dengan pribadi yang sangat ikhlas. Ia ikhlas berjuang untuk bangsa. Seperti selalu diucapkannya, semenjak tumbuh jadi remaja, ia sudah bersumpah cinta pada NKRI. Hikayah keikhlasannya ini juga pernah dituturkan mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Dalam sebuah wawancara eksklusif di TVOne pada 2009, Gus Dur mendapatkan pertanyaan, siapa yang kira kira bisa jadi pemimpin bangsa dan diterima oleh rakyat Indonesia?
Gus Dur menyebut kalau orang yang paling ikhlas kepada rakyat adalah Prabowo. Lalu Gus Dur ditanya lagi, kenapa paling ikhlas? Gus Dur menjawab, ya karena terlihat dari apa-apa yang dibuatnya itu, ikhlas betul kepada rakyat Indonesia. Kalau yang lain gimana? Ya saya ndak tahu, kata Gus Dur sambil ketawa. Kini, jejak digital wawancara ekslusif itu juga masih bisa dilihat di YouTube.
Kisah kekikhlasan seorang Prabowo untuk negeri juga pernah dirasakan oleh saya pribadi secara langsung. Dalam sebuah agenda di Padepokan Garudayaksa di kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor, pada 2017 lalu, saya menyaksikan langsung jiwa nasionalisme yang selalu bersemi dalam diri Prabowo. Ketika ia bicara di luar masalah kebangsaan, ia tampak santai. Sembari meminum kopi kesayangannya, ia banyak melontarkan joke dan humor. Tapi ketika bicara soal nasionalisme, ia tak mau santai-santai. Ia tegas. Ucapannya menghujam ke dalam jiwa. Emosional. Ya, emosional. Untuk urusan bangsa, untuk nasionalisme haruslah emosional, karena bangsa ini memang harus dijaga dengan ketulusan hati, dijaga sekuat tenaga, kedaulatan harus digenggam seerat mungkin, jangan dilepas untuk kepentingan asing.
Berjam-jam kami habiskan dengan perbincangan seputar nasionalisme itu. Sesekali Prabowo tampak mengusap air matanya yang mengalir, terutama ketika video Sumpah Bung Tomo, seorang pejuang yang gigih melawan penjajah di Surabaya, kembali dikumandangkan. Jarang sekali kita saksikan, sosok pribadi dengan nasionalisme yang begitu kuat mengakar dalam jiwanya, yang ikhlas berbuat dan mengabdi untuk bangsanya.
Dus, bangsa ini memang butuh pemimpin yang ikhlas, yang murni berjuang untuk kepentingan rakyat, people’s interest. Bangsa ini butuh pemimpin yang dalam hatinya selalu terngiang-ngiang suara rakyat, suara hati dan tangisan rakyat ketika mereka hidup dalam kesengsaraan.
Bangsa ini butuh pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya, yang tidak tersandera oleh kepentingan orang-orang di sekitarnya, sekutu-sekutunya, maupun asing. Bangsa ini butuh pemimpin yang hanya berpikir bagaimana mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.
Oleh karenanya, mari dalam transformasi kepemimpinan pada 17 April 2019 nanti, kita pastikan suara kita bukanlah suara uang, bukan pula suara kepentingan. Tapi ia benar-benar suara Tuhan yang hadir untuk menyelamatkan bangsa ini dari tirani, untuk mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang bahagia warganya dan dicintai Allah SWT, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Wallahu a’lamu bi al-shawab
*Mohammad Ilyas, Anak Bangsa, Pecinta NKRI. [mc]