Nusantarakini.com, Jakarta –
Jokowi dan klik kekuasaannya yang terdiri dari kelompok internasional, konglomerasi, koalisi parpol pendukung, jaringan organisasi hingga relawannya tampak sekali mengikuti gagasan globalis yang mendorong terwujudnya one world government (OWG).
Gagasan ini disampaikan melalui teori-teori konspirasi dan dipraktekkan dalam membangun kekuasaannya.
Salah satunya adalah membawa Pancasila dengan tafsir globalis yang memandang lawan politiknya berbentuk kelompok populis konservatif yang menggunakan ide post truth (paska kebenaran). Sehingga istilah rasisme, fasisme dan Islam Kanan sering dituduhkan ke kelompok oposisi atau lawan politiknya.
Selain itu Jokowi juga membiarkan potensi berdirinya negara dalam negara di Indonesia.
Baru saja kita melihat kenyataan luar biasa, dimana ada sekelompok orang yang kita tidak pernah tahu siapa mereka, akan tetapi bisa menjalankan operasi intelejen di luar negeri (Saudi Arabia) untuk memfitnah Habib Rizieq. Bahkan BIN pun tidak mampu membongkar kelompok intelejen hitam tersebut. Artinya BIN kalah hebat dengan kelompok tersebut.
Kemudian, ada banyak kelompok dari konglomerat atau ormas yang bisa mudah mempengaruhi kepolisian, kejaksaan bahkan pengadilan. Ini artinya ada kekuatan kedua, ketiga dan seterusnya yang mampu kendalikan instrumen kekuasaan.
Ada juga kegiatan yang bisa disetir di perbankan atau pasar modal oleh kelompok tertentu untuk kepentingannya.
Masih banyak lagi yang terjadi dalam kegiatan persengkongkolan para sindikat yang berdiri menjadi semacam pemerintahan bayangan.
Kondisi ini sangat berbahaya, karena jelas sekali terjadi di Indonesia, ada Negara di dalam Negara. Dan ini terjadi di zaman Jokowi. [mc]
*Yudi Syamhudi Suyuti, Ketua Umum Komite Persatuan Nasional-Ganti Presiden (KPN-GP) 2019.