Nusantarakini.com, Jakarta –
Diri manusia itu sebenarnya terdiri atas dan bertolak dari: Diri Yang Asli, Diri Yang Murni, Diri Semula Jadi, Diri Baku. Itulah Diri Yang Fitri. Fitrah diri manusia. Kemudian oleh karena pengaruh eksternal seperti lingkungan alam, sosial, ajaran, dan faktor internal seperti dorongan syahwat dan cara berpikir, menjadi hadirlah Diri Yang Tidak Asli, Diri Yang Baru, Diri Yang Datang Kemudian, Diri Yang Bercampur dengan unsur eksternal, Diri Terkonstruk, Diri Bentukan, dan Diri Hasil Olahan Lingkungan Ruang dan Waktu.
Kebanyakan manusia justru menilai diri yang baru, diri olahan, diri terkonstruk, diri bentukan, sebagai diri yang asli dan sejati. Nyatanya hal itu hanya diri yang relatif.
Bilamana seseorang bertolak dari diri yang baru itu, diri terkonstruk itu, maka dapat dijangka betapa akibat tergelincir yang akan dialami manusia. Sebab berangkat dan bertolak dari bukan tempat seharusnya.
Tentu sebagai manusia yang telah terkonstruk oleh lingkungan sosial, ajaran, dan alam, tidak akan serta merta berhasil mengembalikan dirinya ke titik awal, ke diri yang murni, diri yang asli, diri semula jadi, diri yang fitri.
Di sini ada ajaran Tazkiyatun Nafsi, penyucian diri. Penyucian diri yang terkonstruk, diri yang telah diwarnai oleh eksternal, diri yang baru hadir kemudian, diri yang bukan semula jadi. Konstruksi, warna, unsur baru eksternal, itulah yang dicuci agar zahir diri yang awal, diri yang asli, diri yang murni, diri yang fitri.
Mensirnakan dan mengosongkan keinginan, ambisi, dari hati, merupakan tangga pertama. Lalu menghadirkan rasa memaafkan, melepaskan, merelakan, menyerahkan, menerima merupakan tangga berikutnya. Tangga selanjutnya ialah mengisi dengan kesadaran bahwa bahwa segalanya milik-Nya, dan kembali kepada-Nya. Innaalilahi wa innaa ilaihi raji’un. Ma ‘indakum yanfadu, wamaa ‘indallahi baaqin. (Apa yang ada padamu sirna, dan apa yang ada pada Allah, kekal).
Hanya bersaksi bahwa diri berada untuk tunduk dan sesuai dengan kehendak-Nya. Kehendak diri tiada dan nir. Yang ada dan eksis hanyalah kehendak-Nya.
Banyak cara untuk mencapai diri yang fitri, diri semula jadi itu. Dimulai dari riyadlah. Fisik maupun spritual. Fisik, yaitu dengan bertahannuts (tahannuf), mewiridkan makan minum dari yang halal lagi thayyib (kualitas prima dari bahan dan prosesnya) hingga 40 hari. Amalan yang saleh kepada manusia. Ibadah yang khusu’ kepada Allah. Tentu dengan syari’at yang benar dari Allah maupun sunnah Nabi Muhammad Saw.
Dimungkinkan, dalam jangka 40 hari, akan terkuak dan dikembakanlah diri yang murni, fitri, baku, semula jadi itu.
Seperti halnya kehidupan sel, diri yang asli itu ilustrasinya seperti sel. Pelarilah bagaimana kinerja, sifat, dan hal ihwal sel yang membentuk dan menyusun jasad dan organ tubuh manusia itu. Penting untuk melihat sifat awal, dan diri semula jadi itu. Terutama bagaimana dalam gen pada sel itu, terdapat semacam saklar ON dan OFF dan hubungannya dengan suasana hati dan lingkungan manusia.
Pasal pembahasan tentang ihwal sel, diuraikan dalam Kajian Jasad Manusia pada topik selanjutnya.
~ Syahrul E Dasopang