Nusantarakini.com, Jakarta –
Mega skandal BLBI (Bantuan likuiditas Bank Indonesia) bermula dari krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997. Diawali dengan kejatuhan mata uang Baht/Thailand yang akhirnya merembet ke sejumlah negara termasuk Indonesia.
“Atas anjuran IMF, pemerintah saat itu menggelontorkan ratusan triliun ke perbankan nasional dan swasta. Namun terjadi penyelewengan oleh para pihak terutama pemilik Bank. Akibatnya Audit BPK tahun 2000 kerugian negara mencapai 138,4 triliun rupiah. Angka yang fantastis pada saat itu,” tutur Andrianto, host acara diskusi HUMANIKA (Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan) dengan tema “Kupas Tuntas Skandal BLBI” di Restoran Raden Bahari Jalan Warung Buncit Raya Jakarta, Jumat (13/7/2019).
Pengamat Hukum Ahmad Yani menegaskan, kasus BLBI merupakan salah satu isu yang tidak pernah hilang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata dia, pernah berjanji akan menuntaskan kasus BLBI.
“Kenyataannya mulai dari KPK periode pertama, kedua, ternyata tidak mampu hingga sekarang. Padahal, audit BPK sudah jelas,” tegas Yani sebagai narasumber dalam acara diskusi HUMANIKA tersebut.
Mantan legislator ini juga meyakini bahwa kebijakan perbankan pemerintah atas arahan maupun usulan Internasional Monetary Fund (IMF).
“Lalu pertanyaannya, apakah Sri Mulyani bagian dari IMF?” ucap Yani bertanya
Yani juga berpendapat, bahwa sumber malapetaka itu sebenarnya ada di Bank Indonesia (BI). Karena BI tidak bisa memberikan data sebagai bukti jika ini ditarik ke ranah hukum.
“Ini Sebabnya kenapa pemerintah tunduk kepada IMF, karena BI tidak bisa memberikan data sebagai bukti jika ini ditarik ke hukum. Lalu, ada resep berunding. Indonesia kalah karena tidak punya dokumen-dokumen kuat. Ingat, BI pernah kebakaran,” beber Yani.
Yani juga menceritakan, di saat akhir pemerintahan Soeharto, Soeharto telah membuat paket-paket perbankan. Yani bertanya-tanya, jangan-jangan kita ini yang semangat melengserkan Soeharto justru secara tidak sadar membantu kelompok yang punya agenda terkait perbankan.
“IMF selalu ada motifnya. Intinya, kasus BLBI tidak pernah kadaluwarsa,” tandanya.
Sementara itu, Pengamat Hukum Margarito Kamis berpendapat, jika saja pemerintah ambil sikap sebenarnya cepat selesai.
“Kasus ini dibawa ke hukum, tidak mungkin, kecil kemungkinan selesainya. Kasus ini harus diselesaikan dengan cara pandangnya kelola administrasi,” tutur Margarito.
“Menghadapi kasus BLBI bikin ini, bikin itu tidak akan terselesaikan. Yang akhirnya keluarlah SKL. Mengurus duit gede, hukum lumpuh. Mengurus duit gede harus dengan orang besar. Maka ganti Presiden,” pungkasnya dengan solutif. [mc]