Nusantarakini.com, Bandar Lampung –
Politik uang dan kecurangan Pilkada Serentak 27 Juni 2018 masih marak dan menimbulkan kegeraman bagi kalangan prodemokrasi dan kaum nasionalis kerakyatan. Momentum politik elektoral yang seharusnya menghasilkan kepemimpinan daerah yang bersih dan amanah justru dikebiri dengan perilaku negatif banyak calon kepala daerah serta longgarnya pengawasan dan penegakan aturan oleh penyelenggara pemilu beserta aparatur hukum terkait.
Hingga H+2, Bawaslu RI tercatat memproses 35 kasus politik uang, antara lain di Sulawesi Selatan (8) Sumatera Utara (7), Lampung (7), Jawa Tengah (5), Sulawesi Barat dan Banten (2), serta Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Jawa Barat, dan Jawa Timur (1). Belum lagi dengan berbagai laporan kejahatan pemilu di Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/ Kota yang banyak muncul di berita media massa dan postingan media sosial. Ini menandakan masif dan luasnya peredaran suap di gelaran pilkada Rabu kemarin.
“Bila prosesnya saja tak benar, tak mungkin pemimpin hasil politik uang dan kecurangan pilkada akan mampu amanah memajukan daerah dan menyejahterakan rakyat. Lihat saja itu di Lahat Sumatera Selatan, Baubau Sulawesi Tenggara dan beberapa tempat sudah terjadi bentrokan massa akibat memprotes politik uang. Bahkan Kamis kemarin KPU dan Bawaslu RI didemo minta Pilbup Lahat diulang. Bawaslu dan Polda Lampung juga digeruduk massa, juga banyak daerah lainnya. Artinya memang pilkada kemarin ini tak demokratis dan banyak kelemahan yang seharusnya tak ditolerir lagi,” ujar Juru bicara Jaringan ’98, Ricky Tamba dalam keterangan tertulisnya dari Bandar Lampung kepada Nusantarakini.com, Sabtu (30/6/2018).
Jaringan ’98 mendesak pihak KPU dan Bawaslu beserta jajaran Gakkumdu Pilkada yang melibatkan Polri dan Kejaksaan dapat bersikap tegas, cepat dan tuntas dalam menangani kasus serta gejolak di berbagai daerah akibat politik uang dan kecurangan berupa manipulasi data dan penyalahgunaan kekuasaan. Bila lamban, dikhawatirkan akan tercipta instabilitas ekonomi-politik nasional yang ujungnya berdampak pada rusaknya tatanan hukum akibat rakyat lebih percaya hukum rimba dan kekuatan massa.
“Diskualifikasi para Cagub dan Cabup yang menjadi otak politik uang dan kecurangan pilkada bila bukti valid dan saksi kuat. Tangkap calon yang menjadi aktor intelektual, jangan cuma memproses pelaku suruhan. KPU dan Bawaslu jangan takut, lawan intervensi dan tekanan politik dari oknum penguasa plus cukong yang banyak bermain di pilkada guna memenangkan bonekanya. Segera gelar pilkada ulang untuk Kabupaten Lahat dan Provinsi Lampung, serta daerah-daerah yang rawan,” tegas Ritam, sapaan akrabnya.
Jaringan ’98 menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk terus melawan politik uang dan kecurangan pilkada. Jangan karena sejumlah uang pembeli beras sesaat, maka masa depan daerah digadaikan ke pemimpin korup dan cukong selama 5 tahun. Bila rakyat dan elite politik terus permisif, maka korupsi anggaran dan kebijakan akan kian merajalela yang pada akhirnya merugikan daerah dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta.
“Kalau puluhan hingga ratusan miliar rupiah dihamburkan jelang pencoblosan hanya untuk membeli suara dukungan jadi bupati dan gubernur, pasti ada skema dan modus korupsi anggaran dan kebijakan yang disiapkan untuk mengembalikan modal itu. Menyesal kemudian takkan berguna karena nasib rakyat kecil seperti kita yang akhirnya selalu menjadi korban. Ayo bersama lawan otak politik uang dan kecurangan pilkada demi membela rakyat dan menjaga NKRI!” pungkas Ricky Tamba. [mc]