Nusantarakini.com, Jakarta –
Kemenangan Ridwan Kamil dan pasangannya dalam Pilgub Jabar 2018 memberikan banyak sekali arti yang dapat dipetik.
Tapi arti yang paling tebal untuk dicatat ialah bahwa asumsi banyak orang dimana Jabar akan dimenangkan oleh calon gubernur dari endorsemen tokoh-tokoh 212, terbukti tidak nyata. Ini berarti Jabar tidak seperti yang dibayangkan orang banyak sebagai basis 212. Atau Jabar memang basis 212, tapi 212 yang dewasa, cair dan tidak terlalu terikat kepada instruksi para pemuka 212.
Tapi mungkin ini juga teguran bagi para pemuka 212 yang terlalu jauh menggunakan emosi 212 ke dalam politik praktis, dimana setting dan atmosfernya sudah beda dengan setting dan atmosfer Pilkada DKI yang dengan tegas berlaku Almaidah: 51. Dalam Pilgub Jabar, amanat Almaidah: 51, tidak ada. Sebab semuanya Muslim dan malahan pasangannya Ridwan Kamil berasal dari santri murni.
Nah, ini berbeda dengan kasus Pilgub Sumut. Di sana emosi dan atmosfernya, tidak jauh beda dengan Pilkada DKI setahun silam. Maka seruan ulama, bunyi dan nendang untuk menganvaskan Jarot dan pasangannya. Apalagi Jarot memang tidak bisa dipisahkan dengan Ahok.
Oleh karena itu, patutlah para pemuka 212 yang sudah terlanjur mengendors Asyik dengan membawa-bawa nuansa 212 agar di kemudian hari tidak lagi terlalu murah dan mudah memberikan endorsemen atas nama 212. Sebab jika endorsemen tidak laku seperti kasus Pilgub Jawa Barat dan Pilwako Kota Bekasi–walaupun sudah bertebaran spanduk dimana-mana bahwa pasangan Asyik dan Nur Supriyanto-Ade Firdaus di dukung ulama–maka yang bahaya nama ulama. Ulama tidak berharga tinggi lagi di mata masyarakat.
212 itu spiritnya adalah anti terhadap keangkuhan kekuasaan. Maka ketika PDIP dengan angkuhnya mengirim Jarot yang bukan anak medan ditambah lagi oleh wakilnya yang begitu, maka spirit 212 itu berbunyi dan bertaji di Sumut. Sebaliknya, lain di Jabar. Ini yang terasa angkuh, malah cagub yang merasa didukung oleh embel-embel 212, maka kalaulah dua. Sebab 212 itu bukan untuk gagah-gagahan, sok-sokan dan jinggo-jinggoan. Jadi wajar spirit 212 tidak bunyi di Jabar.
Ah…itu saja dulu. Sekarang, bagaimana pun, secara keseluruhan, yang menang adalah pribumi dan Muslim, maka kita syukuri saja. Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumut, Riau, Sumsel, NTB, Sulsel, Maluku, Malut, dan seterusnya.
Maluku, justru Cagub yang memperoleh suara terbanyak adalah Muslim, Murod, mantan Komandan Brimob.
~ Bang Kohler