Nusantarakini.com, Jakarta –
Tak ayal lagi. Habib Rizieq adalah Pangeran Diponegoro abad ini. Bila Diponegoro berperang dengan keris dan kuda, Habib Rizieq berperang dengan mic dan mobil komando. Wajar, setiap zaman menuntut persesuaian perlengkapan perang. Tapi dua-duanya sama-sama panglima perangnya dalam menggempur kemungkaran.
Tapi sejarah telah mengajarkan.
PANGERAN DIPONEGORO BISA DITANGKAP, JUSTRU SETELAH DIJEBAK DI MEJA PERUNDINGAN. Sekarang Habib Rizieq sedang dirayu untuk kembali ke Indonesia setelah setahun lebih mengungsi ke Arabia akibat situasi yang menekan keamanannya.
Perang adalah tipu muslihat..!
Pangeran Diponegoro pun tertipu! Ia diajak berunding oleh penjajah Belanda. Ketika beliau datang, muncul dari persembunyiannya, tanpa senjata, ia langsung ditangkap.
Tak ada meja perundingan seperti yang dijanjikan. Yang ada “Jebakan Batman”.
Belanda menyebutnya “Gefangennahme von Prinz Diponegoro”. Beliau ditangkap oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock pada 28 Maret 1830.
Perang Jawa yang berjalan lima tahun(1825- 1830), dipimpin langsung Pangeran Diponegoro yang bersurban dengan pekik “Allahu Akbar” ini, mampu menggerakkan perlawanan rakyat Jawa.
Lima tahunan Jawa membara. VOC terancam bangkrut. Hutang luar negeri semakin banyak.
Cuma dengan kecurangan beliau bisa dikalahkan.
Sejarawan De Steurs mencatat dari pihak Belanda jatuh korban 12.749 serdadu yang meninggal di rumah sakit. Serta 15.000-an orang tewas dan hilang dalam pertempuran. Sekitar 8000 di antaranya adalah tentara yang langsung didatangkan dari Negeri Belanda.
Perang ini mengerikan dan berbiaya besar. Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan uang f.5.000.000 (lima juta gulden) setiap tahun. Biaya paling besar adalah untuk bahan makanan dan upah pegawai.
Karena begitu besarnya pengeluaran, Komisaris Jenderal De Bus de Gisignies menekan Jenderal De Kock agar melakukan penghematan dan segera mengakhiri perang. Saat itu, pemerintah Hindia Belanda sudah defisit f. 18.000.000 (18 juta gulden).
Menanggapi tekanan Du Bus, De Kock seperti dicatat E.S de Klerk, menjawab: “Kami berperang ini tidak hanya melawan pemberontak Pangeran Diponegoro saja, akan tetapi kami melawan seluruh rakyat Jawa yang jumlahnya dua juta.”
Pemberontakan Diponegor ini, oleh sejarawan Belanda disebut “Java Oorlog” (Perang Jawa) adalah perang dahsyat yang melelahkan kedua belah pihak.
Akhirnya, ya itu tadi, Pangeran Diponegoro, bisa dikalahkan hanya dengan tipu muslihat.
Pangeran yang juga Ulama yang disegani ini, setelah ditangkap, kemudian ia diserahkan kepada penguasa saat itu, Jenderal De Kock.
Jenderal jangkung, kurus dan kerempeng ini paling sok-sok-an: penuh pencitraan terhadap kaum pribumi, seolah-olah ia berada di pihak rakyat. Tapi sejatinya ia adalah penjajah ulung yang selalu tebar fitnah, hoaxs dan aksi tipu-tipu.
Pangeran Diponegoro yang dicintai rakyat, bahkan diframing sedemikian rupa hingga akhirnya ia dibenci rakyat Jawa.
Begitulah perang ..!
Awal Kemerdekaan RI, penyair Melayu, Tan Malaka berseru: ” Tuan rumah tak akan berunding dengan maling yang mau menggarong rumahnya.”
Jangan pulang dulu dalam perang dan jangan gampang termakan iming-iming pihak penguasa. Karena perang adalah tipu muslihat. Tak cuma playing victim. Tapi segala cara akan digunakan penguasa untuk memadamkan perlawanan rakyat dalam aksi bela ulama, Pangeran Diponegoro.
Belajarlah pada tragedi Pangeran Diponegoro di Jawa abad ke-19 lalu, yang hanya bisa dikalahkan karena dikhianati dan ditipu oleh penguasa kafir.
Perang, bagaimanapun.. adalah tipu muslihat ..!
Disadur dari internet (ree)