Nusantarakini.com, Jakarta –
Di koran dipampang protes atas ketidakadilan, akhir cerita kantor koran digeruduk, barangnya diobrak-abrik orangnya dipukuli, tapi tak ada label persekusi.
Orang-orangnya melenggang bebas, malah mempublikasi ancaman, polisi tak hanya diam, tapi merilis kejadian itu tak ada unsur pidana, artinya boleh-boleh saja.
Padahal kemarin, ada dokter posting curhatan menghina ulama, baru didatangi untuk klarifikasi, tak ada kontak fisik atau apapun, tapi berita yang keluar, itu intimidasi dan persekusi.
Kapoldanya diganti, kapolrinya langsung meradang di media, “Jangan takut, saya back-up, kalau ada yang main hakim sendiri, tindak tegas”. Oh. Begitu. Baiklah.
Terpampang data partai-partai dengan korupsi terbombastis selama Indonesia merdeka, nilainya ribuan trilyun, juara dan runner-up adalah partai pendukung penguasa.
Tapi yang dituduh “tidak berkontribusi bagi serta membahayakan negara” justru HTI, yang dituduh partai bermasalah PKS, yang dilabel radikal justru FPI. Oh. Begitu. Baiklah.
Pernah juga dengan pedenya seorang petinggi polisi bilang, Hasyim Asyari dan Ahmad Dahlan itu anggota Panitia Sembilan, tapi yang dituduh anti-Pancasila, kita. Loh.
Ada juga petinggi polisi yang lain, tinggi sekali malah, bilang bahwa selain NU dan Muhammadiyyah bukan pendiri negara, merontokkan negara malah iya.
Tapi yang dibilang tidak menghargai para pendahulu, kita-kita lagi. Setelah ramai, minta maaf selesai. Dia boleh minta maaf, bagi kita tiada maaf, walau kita tidak salah.
Dulu lagi, beredar video penistaan agama, yang ditangkap pemotong video, padahal asli tapa editan. Kasus lain, tak ada laporan, chatsex katanya, yang dipanggil yang difitnah.
Saya ingin lanjut tulisan ini, sayang terbatas karakter yang bisa dipublikasi. Silakan lanjut sendiri saja. Soalan kacung, gorengan, silakan saja diambil angle yang pas biar booming.
Menulis begini juga pasti ada yang komentar dibawah. Ustadz provokatif-lah, puasa jangan ghibah orang-lah, dan semua komen lain. Saya cuma bisa bilang. “Oh. Begitu. Baiklah.” [mc]
*Ustadz Felix Siauw, Mu’allaf.