Nusantarakini.com, Jakarta –
Jurhum Lantong, Wakil Ketua Umum PBB, geram dengan tindakan Menristekdikti, Muhammad Nasir, yang lebih sibuk mengurus isu radikalisme ketimbang mengurusi kualitas riset dan pendidikan tinggi di Indonesia. Menurut tokoh muda ini, Menristekdikti tidak seharusnya cawe-cawe mengurusi pekerjaan yang bukan tupoksinya.
“Isu radikalisme itu biarkan Polri yang bertanggungjawab. Menristekdikti tidak perlu mengurusi hal yang bikin kisruh jaminan atas kebebasan akademis di Perguruan Tinggi. Itu jelas ceroboh dan tidak konstruktif bagi proses perbaikan mutu pendidikan tinggi,” ujarnya.
Alumni HMI ini menyayangkan kisruh isu radikalisme ini dipolitisasi sedemikian rupa untuk membungkam kritisisme dan perbedaan pandangan di komunitas akademis. Menurut dia, jika cara-cara pembungkaman semacam ini berlanjut, mutu riset dan pendidikan tinggi akan terimbas dan bisa-bisa mandek dan merosot.
“Harusnya Menristekdikti mengerti bahwa kunci kemajuan riset dan pendidikanan tinggi manakala suasana bebas dan perbedaan pandangan para akademisi dijamin dan dijaga agar tetap dinamis. Kalau prakondisi semacam itu dihancurkan atas nama politisasi isu radikalisme, maka jangan harap kita akan dapat memanen hasil-hasil riset dan pendidikan tinggi yang maju dan bermutu,” ungkapnya.
Dia mengharapkan supaya tokoh-tokoh akademis yang terkena stigma radikalisme hanya karena pandangan yang berbeda, supaya nama baiknya dan kedudukannya di universitas dipulihkan. “Jelas hal semacam ini suatu kemunduran bagi peradaban kita. Kita tidak terima ada gelagat fasisme kebijakan akademis semacam ini. Dan ini dapat menjadi contoh buruk bagi generasi mendatang,” tambahnya.
“Kalau memang tidak mampu menjaga dinamisme dan progresivitas riset dan perguruan tinggi, mungkin lebih baik beliau mundurlah. Toh sudah ada contoh yang baik dalam hal ini, ketika Yudi Latif mundur dari BPIP. Langkah semacam itu lebih terpuji ketimbang bikin gaduh dan tidak tenang di kampus-kampus,” pungkasnya. (dry)