Nusantarakini.com, Jakarta-
Saya di antara yang terlambat menyadari pentingnya Nisa Sabyan untuk memahami zaman now. Zaman dimana banyak hal telah berubah. Banyak ukuran dan pakem telah berubah.
Nisa Sabyan merupakan sebuah tanda bagi atau marka bagi kita: sejauh mana zaman telah berubah; dan ke arah mana zaman akan berubah.
Kenapa hal ini yang penting saya ulas? Sebab kita akan menyadari bahwa kita mungkin tengah berada di suatu peralihan kebudayaan yang sebentar lagi mengubah ukuran-ukuran lama kita yang makin kehilangan relevansi.
Pertama, ingin saya katakan di sini, popularitas Nisa Sabyan lahir begitu saja, alamiah tanpa suatu pengorbitan yang termanage dengan rapi dan banyak biaya, seperti halnya zaman old saat seorang artis diorbitkan. Nisa hanya memaksimalkan daya media sosial yang tersedia gratis dan mudah dijangkau dan dilakukan. Dari sanalah dia dikenal dan tersosialisasi dengan begitu rupa. Di sini kekuatan media sosial menunjukkan taringnya. Pertanda zaman media mainstream cepat atawa lambat akan merosot.
Bayangkan, YouTube Ya Habibal Qolbi sudah mencapai viewer 125.507.007 pada saat artikel ini ditulis. Sedangkan lagu dengan judul Ya Maulana, baru diposting 2 hari, sudah mencapai 17 juta viewer. Benar-benar suatu rekor dahsyat.
Kedua, dia membawa suatu tema dan aspirasi dari suatu masyarakat yang mengendap lama dan bersemi secara perlahan, massif dan tak bisa dibendung. Aspirasi itu ialah suatu cita rasa seni memadukan kesederhanaan, keakraban, kesalehan, dan kekinian. Dalam kata lain, ini adalah mixing antara budaya santri yang memang punya akar kuat di Indonesia dengan modernitas khas urban. Dengan kata lain, budaya santri lagi pasang naik dan membaur dengan budaya urban zaman now. Mereka yang dapat memanfaatkan pasang naik budaya santri ini– ditandai lagi salawat–mereka akan beruntung dan cepat populer serta dapat menikmati segmen pasar yang sudah nyata dan andal.
Saya rasa semua setuju pada citra visual Nisa sebagai icon baru, terkandung unsur yang saya sebutkan di atas. Santrinya ada. Urbannnya ada. Kekiniannya dapet.
Nah, yang menarik ialah unsur kekinian pada Nisa. Kita tahu, budaya popular yang melanda anak-anak muda hari ini ialah masuknya pengaruh budaya pop Korea. Apa hubungannya dengan Nisa?
Tentu ada. Salah satu unsur budaya Korea dalam segi hiburan ialah menggunakan citra dan unsur imut, gemas, cool, pada semua aspek penyajiannya. Saya kira sulit dibantah jika citra Nisa Sabyan memang imut dan “korea bangat”.
Dan…nama sabyan dekat sekali dengan Shibyan. Shibyan itu artinya bayi. Apa karena wajahnya yang imut seperti bayi itu, sehingga kelompok musiknya menggunakan kata itu?
Nisa Sabyan sendiri nama aslinya ialah Khairun Nisa. Disebut-sebut pernah menempuh pendidikan di suatu pesantren di Jakarta. Tampaknya masuk akal. Sebab artikulasi bahasa Arabnya di dalam lagu-lagu miliknya, kalau bukan anak pondok, tentu tidak akan sefasih itu.
Tapi catatan penting dengan hadirnya Nisa Sabyan dalam pentas seni musik dan suara di Indonesia adalah bahwa zaman media mainstream tengah dalam tantangan. Monopoli fungsi orbit mereka telah berakhir sekarang. Mereka sudah punya pesaing tangguh yaitu media sosial.
Nisa Sabyan juga bagian yang tak terpisahkan dari kelangsungan aspirasi musik religi di Indonesia yang dari zaman ke zaman memiliki icon dan cita rasanya sendiri.
Dulu rajanya adalah Bimbo. Lalu beralih ke Raihan dan group-group nasyid sejenis. Lantas ada Haddad Alwi dan Sulis. Kemudian Opick. Dan sekarang adalah Nisa Sabyan. Masing-masing icon musik religi itu membawa cita rasa, aspirasi, semangat dan suasana zamannya masing-masing.
Cita rasa lagu-lagi Bimbo, ialah syahdu dan puitis, tapi agak kaku. Raihan, nasyid cita rasa Melayu. Haddad Alwi, sendu dan sejuk. Opick, sejuk dan merasuk mencari penyadaran bathin. Nah, Nisa Sabyan, empuk, apik, sedap.
Khas zaman now, Nisa Sabyan menyelaraskan dan memadukan semua daya seni sehingga setiap tipe manusia dapat menikmatinya. Tipe audio, sudah tentu, merasa sejuk dan nyaman. Tipe visual, musti pada jelalatan dan kesengsem melihat baby face-nya Nisa. Kinestetik, senang karena gerak clipnya cukup rancak dan dinamis.
SED, Pengamat Kesenian