Nusantarakini.com, Jakarta –
Beberapa waktu lalu di Rutan Cipinang, saya bertemu seseorang untuk pertama kalinya. Namanya Sandi, usia sekitar 35 tahun. Menurut pengakuannya, dia dipenjara karena kasus penjualan hewan yang dilindungi.
Awalnya dia menyapa saya dengan bertanya, “Fan page Jonru masih ada gak, Bang?”
“Sudah disita polisi,” sahut saya.
“Sudah dihapus?”
“Masih ada. Tapi saya sudah tak bisa mengaksesnya.”
“O, password-nya diubah oleh polisi, ya?”
“Betul,” sahut saya. Lebih tepatnya, password akun adminnya sudah diganti oleh polisi.
Lalu kami pun ngobrol. Ia bertanya tentang kasus saya. Saya pun menjawab sesuai fakta. Saya jelaskan bahwa saya naik banding dan sedang menunggu hasilnya.”
Lalu kami pun ngobrol tentang semakin banyaknya aktivis muslim yang ditangkap, tentang rezim yang makin otoriter.
Dan tiba-tiba si Sandi ini berkata, “Kita ambil hikmahnya saja ya, Bang. Kita memang geram melihat situasi yang makin kacau. Tapi kita bersuara kritis pun, tak ada gunanya bagi keluarga. Pihak yang dulu kita bela, ternyata kini lupa pada kita.”
Saya tertegun, mulai menyadari bahwa sepertinya ada yang salah pada diri si Sandi ini. Maka saya pun mulai berceramah padanya.
Begini lho, Mas:
Pertama:
Kita ini kalau berjuang harus ikhlas. Luruskan niat demi Allah semata. Jadi tak ada urusan dengan orang-orang yang kita bela. Mereka mau membela kita atau melupakan kita, itu sama sekali tidak penting jika niat kita ikhlas demi Allah semata. Kita berjuang Demi Allah, bukan demi Prabowo atau demi FPI atau demi PKS dan sebagainya.
Kedua:
Faktanya, alhamdulilah yang membela saya sangat banyak. Ketika sidang, saya dibantu oleh 54 pengacara muslim dari berbagai lembaga hukum. Dan mereka semua tidak dibayar (jadi jika dulu sempat ada berita bahwa Jonru belum punya pengacara, Jonru sudah dibuang, Jonru sudah dilupakan, dst, ketahuilah bahwa itu cuma hoax bikinan para cebong).
Rumah saya hampir setiap hari dikunjungi oleh teman, sahabat, tokoh, komunitas, yang memberikan dukungan moril bagi istri dan keluarga saya.
Banyak di antara mereka yang datang membawa uang sumbangan. Ada pula di antara mereka yang melakukan penggalangan dana untuk membantu keluarga saya. Padahal kami tak pernah meminta.
Saya pun sering dijenguk di penjara oleh sejumlah teman. Saat berkunjung, ada yang memberikan bantuan dana Rp 1 juta. Saat di pengadilan pun, banyak sekali orang yang memberikan uang pada saya, tanpa pernah saya minta.
Bahkan yang sangat ajaib, pengacara saya sendiri yang mentraktir saya makan, bahkan memberikan bantuan uang pada saya. Padahal seharusnya sayalah yang membayar jasa mereka. Tapi ini kok malah terbalik?
Jika ditotal, jumlah bantuan dana yang telah diterima oleh keluarga kami sudah sangat untuk cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan lumayan untuk modal usaha (padahal sejak dulu, salah satu hal yang paling sulit saya dapatkan dalam berbisnis adalah modal), juga untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, dan sebagainya.
Alhamdulilah….
Dan saat banyak orang tahu bahwa istri saya sedang hamil, tiba-tiba banyak dokter ahli kandungan yang menghubungi, menyatakan siap membantu persalinan istri saya secara gratis.
Jadi Mas Sandi….
Itulah jawaban untuk “hikmah” versi Anda.
Alhamdulilah… orang dan lembaga yang membantu saya sangat banyak. Tidak benar bahwa saya dilupakan. Tidak benar bahwa perjuangan saya selama ini tak ada manfaatnya bagi keluarga.
Alhamdulilah, keluarga saya yang dulu hampir tiap hari menghadapi masalah kesulitan keuangan, karena kami memang masih tergolong miskin, dan saya selama ini berjuang murni karena panggilan hati nurani dan panggilan dakwah semata, bukan karena dibayar atau semacamnya, alhamdulilah… Justru kriminalisasi yang sedang saya alami ini mendatangkan manfaat yang sangat tak terduga bagi keluarga kami.
Justru setelah saya masuk penjara, masalah finansial keluarga kami kini teratasi. Padahal dulu, hampir tiap hari saya galau memikirkan hidup yang serba pas-pasan bahkan sering kehabisan uang.
Anda mungkin tidak percaya jika saya katakan bahwa selama ini hidup saya sungguh kontradiktif: Sangat terkenal tapi masih miskin. Terdengar aneh, tapi Demi Allah memang demikianlah faktanya. Bahkan teman saya Dudun Parwanto yang pernah makan siang di istana bersama Jokowi, pernah menulis di Kompasiana memgenai hal tersebut. Karena dia adalah teman yang sudah sangat mengenal saya secara pribadi.
Alhamdulillah, rezeki keluarga kami datang dari Allah melalui bantuan teman, sahabat dan orang-orang yang mendukung perjuangan saya, yang simpati terhadap nasib saya yang sedang dikriminalisasi, yang simpati terhadap istri dan anak-anak saya yang untuk sementara harus jauh dari sang kepala keluarga.
Alhamdulilah, apa yang saat ini saya alami membuat saya semakin yakin terhadap kebenaran Al-Quran.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS.Muhammad:7)
Setelah mendengar penjelasan saya di atas, Sandi terlihat diam, seperti bingung harus berkata apalagi.
Ya, itulah salah satu pengalaman saya di Rutan Cipinang. Pengalaman yang sangat berkesan. Saking berkesannya, saya pun rela menuliskannya pakai pulpen dan kertas, lalu diketik oleh keluarga saya di rumah.
NB: Saya divonis 1,5 tahun penjara oleh pengadilan, dituduh terbukti melakukan ujaran kebencian. Padahal dari fakta persidangan terbukti bahwa tuduhan terhadap saya tidak punya dasar hukum apapun. Sehingga jika hakim benar-benar bersikap adil, seharusnya saya divonis bebas. Tapi seperti inilah potret hukum di negeri kita. Masih sangat jauh dari keadilan. Apalagi kasus saya ini sepertinya adalah kasus pesanan, di mana “mereka” menghendaki saya harus masuk penjara.
Saya didzolimi. Namun alhamdulilah Allah menolong saya dan keluarga saya dengan cara yang sangat tak terduga.
Rutan Cipinang, 10 April 2018
Jonru Ginting
NB: Dapatkan buku terbaru Jonru, sebuah otobiografi berjudul #SayaBerubah yang proses revisinya dilakukan di dalam penjara.
Nah…kamu kapan berani dipenjara seperti Jonru dalam membela kebenaran? Masakan penjara aja takut, sih? Malu sama Jonru.