Nusantarakini.com, Jakarta –
Takdirku berada di suatu bangsa yang bebal dan hampir tidak waras. Mereka terbelah pada suatu polarisasi yang aneh: Cebong dan Kampret. Dibelah oleh suatu perilaku yang aneh, dukung mendukung orang gila. Mereka memanggil sesama mereka dengan panggilan yang betul-betul gila: Boong dan Pret, singkatan dari Cebong dan Kampret.
Tak ada bangsa yang sedungu ini. Pembesar-pembesar mereka, sibuk meraup dan menimbun harta. Saban waktu membombardir mereka dengan penyesatan demi penyesatan. Sampai-sampai mereka ketagihan dengan makanan penyesatan yang dipasok oleh para elit lacur mereka. Walaupun pun, mereka terus memujanya tiada jeda, siang malang.
Tiada bangsa seganjil ini. Dan aku tertakdir berada pada suatu bangsa aneh ini. Yang waras dibilang gila. Yang gila dipuja dan ditiru sebagai teladan.
Mereka berkonflik satu sama lain atas suatu dasar imajinasi sesat yang dipasok oleh pembesar-pembesar mereka yang bajingan. Mereka terombang-ambing dalam kesesatan tiada tepi. Mereka menunggu takdir untuk punah bersama ketidaksadaran mereka.
Inilah bangsa yang tiada duanya. Bangsa paradoks tak ada banding di atas dunia.
Inilah bangsa makanan lezat and empuk para apek-apek taipan dan algojo-algojo berjiwa parah.
Ya Tuhan, sampai kapan bangsa paradoks ini akan bertahan sebagai suatu negara dan bangsa?
Kurir Langit/Pembaca Sejarah