Nusantarakini.com, Jakarta –
Perutnya kenyang.
Badannya sehat.
Akal pikirnya normal.
Uangnya banjir.
Jabatannya menjulang.
Rumahnya istana.
Anak dan keluarganya banyak.
Usahanya lancar subur.
Tapi….
Hatinya gersang.
Nelangsa.
Hiidupnya tak pernah tenang.
Dirinya merasa dimusuhi rakyat banyak.
Oooo…
Ternyata dia dikenal rakus.
Hartanya melimpah didapat dari merampas secara halus.
Jabatannya tinggi diperoleh dengan menyuap.
Setiap waktu dia tak pernah merdeka.
Dari kecemasan dan ketakutan yang diciptakannya sendiri.
Hatinya gundah gulana,
Karena setiap mata memandangnya tidak senang.
Maka dia hanya pasrah jika kelak mati,
Matilah.
Jika harus mati dengan iringan rasa puas dari rakyat karena satu dari sekian si tamak telah binasa bersama waktu,
Maka baginya itu hal yang tak terelakkan.
Hidupnya hanya menjalani masa saja.
Bila mati,
Matilah.
Biarpun dikenang sebagai sasaran kebencian.
Maka jadilah hidupnya hanya sekedar menjalankan hidup saja.
Hambar.
Sepi.
Waswas.
Dan mati dengan membawa kebencian rakyat.
Untungnya dia tidak percaya neraka.
Sehingga waswas dibakar api neraka,
Tidak memenuhi benaknya.
Sebab sejatinya dia kafir.
Kafir pada penciptanya.