Nusantarakini.com, Jakarta –
Kisruh yang terjadi di dalam wilayah kawasan apartemen-apartemen atau rumah susun (Rusun) sudah terjadi sejak sekitar 20 tahun yang lalu sampai dengan saat ini. Hampir di semua wilayah kawasan apartemen menimbulkan cukup banyak permasalahan yang hampir sama. Demikian seperti keterangan Pengamat hukum dan politik, Kan Hiung, kepada Nusantarakini.com, Jakarta, Kamis (23/11/2017).
Pria yang sering dipanggil Mr. Kan ini menduga kuat, pada umumnya di dalam pengelolaan lingkungan selalu dapat merugikan para warga penghuni apartemen. Menurutnya ini disebabkan karena enam hal berikut:
Pertama, para developer serakah tidak patuh dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah susun, Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permen) 15/M/2007 dan peraturan pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 1988.
Kedua, Pemerintah terkait tidak hadir di dalam masyarakat untuk mengawasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan apartemen yang timbul dan terjadi, dan saya menduga adanya oknum-oknum pemerintah terkait yang lebih memihak para developer serakah.
Ketiga, pemerintah terkait dan aparatur penegak hukum juga tidak hadir di dalam masyarakat untuk mengawasi dan menegakkan hukum dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah susun di setiap wilayah apartemen.
Keempat, hampir di dalam semua wilayah kawasan apartemen selalu dikuasai oleh para developer serakah yang disebut pelaku pembangunan serakah, karena mereka menguasai melebihi batas waktu yang sudah ditentukan berdasarkan pasal 74 ayat 1 dan pasal 75 UU No. 20 Tahun 2011 tentang rumah susun.
Dan juga dimana kita ketahui seharusnya adanya masa transisi, berdasarkan pasal 59 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2011 tentang RUSUN dapat dijelaskan sesungguhnya terhitung satu tahun setelah penyerahan kunci pertama maka pelaku pembangunan sudah harus menyerahkan kepada pemilik dan penghuni satuan rumah susun untuk membentuk PPPSRS dan meneruskan pengelolaan sesuai pedoman undang-undang tentang rusun.
Kelima, hampir di dalam semua wilayah kawasan apartemen terjadi dugaan perbuatan melawan hukum dan berbagai dugaan tindak pidana seperti mark up harga listrik per kwh, penipuan, penggelapan sisa uang hasil pungutan biaya pengelolaan, penggelapan sertifikat, pungutan liar, merubah peruntukan, harga air bersih yang cukup mahal yang tidak sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat, kriminalisasi warga penghuni apartemen yang melawan kezhaliman dan lain lain.
Semua dugaan tindak pidana di atas ini diduga kuat dilakukan oleh pelaku pembangunan serakah yang pastinya saya duga kuat dapat merugikan warga penghuni apartemen dan menguntungkan developer serakah.
Keenam, warga penghuni apartemen kurang kompak untuk bersama-sama turut melawan semua dugaan tindakan kejahatan yang terjadi, dikarenakan sebagian besar memang tidak mengerti dan tidak sadar akan adanya dugaan tindakkan kejahatan yang sudah dapat diduga kuat sudah merugikan mereka, sebagian tidak peduli atau cuek, dan sebagian lagi mengerti, akan tetapi tidak memiliki kemampuan yang cukup mumpuni untuk melawan kezaliman, sehingga kisruh atau permasalahan apartemen akan terjadi secara terus menerus.
Menurut Mr. Kan, solusi untuk menuntaskan permasalahn di atas adalah, semua warga pemilik dan penghuni apartemen yang ada di Indonesia harus membentuk ORMAS PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN (OPPSRS ) untuk menyelesaikan dan menghadapi semua dugaan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh para developer serakah.
“Permasalahan apartemen atau rusun juga akan dapat diselesaikan, apabila pemerintah setempat yang berwenang dan aparatur penegak hukum benar-benar hadir didalam masyarakat khususnya di semua wilayah kawasan apartemen untuk mengawasi dan menegakkan hukum dan UU No. 20 Tahun 2011 tentang RUSUN, akan tetapi ada pertanyaan dari saya, kapan mereka akan hadir untuk kita?” pungkasnya. [mc[