Nusantarakini.com, Jakarta –
Ada satu pertanyaan besar, apa rahasia keberhasilan seni pendidikan dan asuhan Nabawi dan Alquran sehingga orang seperti Umar yang tadinya kasar dan sembrono, tiba-tiba berubah menjadi pribadi yang baru, tercerahkan, cerdas, bijaksana dan mantap secara kepribadian setelah masuk Islam?
Ternyata semua itu dimulai dari proses pencerahan/penyadaran dari kesesatan, kemudian masuk fase tazkiyah atau pembersihan, hingga fase internalisasi kesadaran baru. Setelah proses itu terlaksana, lahirlah pribadi baru, Umar yang baru, Umar al-Farouk.
Umar yang baru adalah dilengkapi dengan paradigma dan furqon yang membuatnya memahami perbedaan dua hidup yang dialami. Satu hidup dengan kebodohan dan kegelapan, satu lagi hidup dalam kebijaksanaan dan pencerahan.
Di sini, Al-Qur’an sebagai tolak ukur, furqon dan petunjuk, menjadi berperan signifikan.
Jadi jika kita ingin menjadi pribadi yang mengalami lompatan kesadaran, pengalaman dan seni hidup yang diajarkan dan dialami oleh Umar dapat menjadi pelajaran.
Maka kita harus tazkiyah dari celupan/sibghah kehidupan kebudayaan kufur, fusuq, syirik yang hadir hari ini. Sekali kita tersucikan dari sistem budaya kufur, syirik, dan fusuq yang bersalin rupa dengan sekularisme dan pengagungan terhadap manusia dan menafikan Allah, di situlah kita start masuk ke kecerdasan Nabawi dan Alquran, dan rasakan sekonyong-konyong kita punya furqon/pembeda/kaca mata batin pengidentifikasi mana kegelapan/zulumat mana pencerahan/nur.
Jadi, bagaimana, bisakah kita beralih kepada seni tarbiyah nabawiyah sebagai warisan Rasulullah yang sangat berharga ini? (ke9)