Nusantarakini.com Ada udang di balik karang. Ada uang dibalik Perang. Tapi hal ini tidak jadi isu utama. Berbagai pihak telah menggambarkan kekejaman yang tengah berlangsung di Myanmar atas anak-anak, perempuan digambarkan dengan cara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Pihak Pemerintah Myanmar beserta tokoh agama setempat menggambarkannya sebagai separatis asa Bangladesh, PBB menggambarkannya sebagai penganiayaan atas minoritas, sementara di Indonesia beredar broadcast-broadcast bahwa ini konflik Budha dan Islam, sementara itu pihak komunitas rohingya membantah bahwa mereka separatis. Mereka juga mengatakan bukan dari Bangladesh. Bahasa mereka berbeda dengan Bangladesh. Beritanya di sini.
Dalam suatu konflik, seringkali tidak terjadi satu faktor penyebab saja, ada aneka faktor yang kait mengkait. Faktor ekonomi patut ditelusuri juga, karena dalam banyak kasus, faktor uang sangat kuat pengaruhnya hingga bisa membeli suara-suara tokoh agama dan pemerintahan.
Faktor ekonomi bisa terlihat dari tanda-tanda berikut ini:
- Dewan Keamanan PBB (United Nation Security Council) hendak membahas masalah krisis Rohingya. Tema ini atas desakan Inggris, akan tetapi pada Maret 2017, China bersikeras menolak tema ini. Coba apa untungnya China berupaya membiarkan penindasan yang terjadi di Myanmar. Kepercayaan resmi negara china dan myanmar, beda. Ada apa dibalik proteksinya pada Myanmar?
- Dalam berita Jawapos dikatakan Rakhine tidak punya sumber minyak dan gas. Tapi China menjadi investor utama di Myanmar. China tengah membangun pelabuhan di Kyaukphu, Profinsi Rakhine. Reuter melaporkan bahwa China tengah mengincar 85% pelabuhan Myanmar sebagai bagian inisiatif “One Belt, One Road”. Inisiatif ini bermaksud membangun jalur perdagangan antara China, Asia Tengah, Eropa dan Indo Pasifik. China adalah negeri yang sangat agresif berproduksi, tentu membutuhkan fasilitas-fasilitas distribusi dan pemasaran yang murah efisien ke luar negeri. Pelabuhan di Myanmar bagi China adalah kepentingan strategis.
- Bagi Myanmar, jalur China dan pelabuhan Myanmar berarti peluang pertumbuhan ekonomi bagi jalur-jalur yang dilewatinya. Jalan-jalan penghubung China dan pelabuhan. Jalur-jalur itu menjadi peluang aneka macam bisnis. Hal itu mendorong perebutan wilayah. Peluang pertumbuhan ekonomi membuat mereka tega melakukan penganiayaan. Demi kepentingan ekonomi biksu-biksu melanggar ajaran agama mereka sendiri.