Nusantarakini.com, Jakarta –
Pengamat politik dan hukum, Kan Hiung menanggapi pernyataan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang mengatakan bahwa Pemprov DKI akan turut mengembalikan kerugian perekonomian atau keuangan negara yang timbul atas pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Pria yang kerap dipanggil Mr. Kan ini mempertanyakan, jika tidak ada masalah atau indikasi korupsi, mengapa harus ada langkah mengembalikan kerugian keuangan negara yang telah timbul tersebut?
Mr. Kan juga mempertanyakan, pihak mana saja yang telah menyebabkan terjadinya kerugian keuangan negara tersebut? Dan mengapa bisa menimbulkan kerugian keuangan negara? Mr. Kan menekankan bahwa ini harus diselidiki dengan jelas.
Mr. Kan juga menegaskan, jika terjadi pengembalian, harus ditelusuri secara detail lagi, keuangan dari pihak mana saja untuk mengembalikan ke negara.
“Dari mana saja sumber keuangan untuk melakukan pengembalian tersebut? Pihak mana saja yang akan melakukan pengembalian? Mengapa harus ada pengembalian? berapa jumlah nominal yang akan dikembalikan? Ini semua harus jelas, jika tidak jelas maka akan menjadi sangat aneh ya,” beber Mr. Kan kepada Nusantarakini.com, Sabtu malam (22/7/2017).
Perlu kita ketahui, sambung Mr. Kan, secara hak atau wewenang dalam hukum pada lembaga hukum dan tata negara, tingkatan hak atas keputusan hukum itu ada tingkatanya.Tidak bisa melangkah atau mendahului.
“Contoh KPK menyatakan dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras tidak ditemukan niat jahat,” terangnya.
Mr. Kan menegaskan, jika sudah terjadi suatu kasus dugaan korupsi, dan sudah ada timbul kerugian perekonomian atau keuangan negara kemudian sudah terjadi penyimpangan, maka harus ada tindakan penyelidikan yang serius oleh aparatur penegak hukum. Tidak bisa di diamkan atau dibekukan.
“Menurut pengamatan saya, di sini ada yang tampak tidak sesuai. Sebab yang berhak memutuskan ada niat jahat (korupsi) atau tidak itu merupakan wewenang atau hak sepenuhnya majelis hakim di pengadilan Tipikor, bukan KPK lagi,” tuturnya.
Menurut Mr. Kan, dalam setiap kasus dugaan korupsi jika dalam penyelidikan KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dan menemukan bukti permulaan yang cukup, maka seharusnya KPK hanya berhak sampai batas penyelidikan dan selanjutnya naik ketingkat penyidikan saja.
“Dan berkas-berkas diserahkan kepada lembaga kejaksaan. Jika setelah kejaksaan menyatakan P 21, baru dilanjutkan ke pengadilan untuk disidangkan atau diperkarakan,” terangnya.
Jadi, lanjut Mr. Kan, yang akan memproses hukum serta memutuskan ada atau tidaknya niat jahat itu di pengadilan, bukan KPK yang langsung memutuskan tidak ada niat jahat dalam proses penyelidikan.
“Jadi ini jelas ada masalah, sehingga langkah solusi pengembalian ini dilakukan,” ungkap Mr. Kan mengakhiri keterangannya. [mc]