Nusantarakini.com, Jakarta –
Pasar Tanah Abang, warga Jakarta atau yang pernah menginjakan kakinya di Jakarta pasti mengenal Pasar Tanah Abang. Sejarahnya yang panjang, letaknya di jantung kota Jakarta, pusat grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara dan tempat berniaga ribuat UKM, membuat Pasar Tanah Abang menjadi syarat sunah bagi setiap pelancong di Jakarta. Nama Pasar Tanah Abang memang sudah kesohor jutaan manusia saban hari merayu Tuhan atas rezeki-Nya lewat pintu berniaga.
Di Jakarta ada ribuan pasar, nama-nama hari juga digunakan untuk menyebut nama pasar. Pasar Minggu di Jakarta Selatan, Pasar Senen di Jakarta Utara, Pasar Rabo di Jakarta Timur, Pasar Jumat di Ciputat, Pasar Kamis di Jakarta Barat, Pasar Selasa di Jakarta Selatan. Pasar dengan nama hari Sabtu adalah Pasar Tanah Abang. Pada awal perkembangannya di zaman kolonial Belanda atas izin Gubernur Jenderla Abraham Patramini tahun 1735 dibangun Pasar Tanah Abang sebagai pasar tekstil dan kelontong yang hanya buka setiap hari Sabtu. Oleh sebab itu Pasar Tanah Abang juga disebut Pasar Sabtu.
Seiring perkembangan zaman Pasar Tanah Abang terus berbenah dan menjadi pusat tekstil terbesar di Asia Tenggara. Pada masa Gubernur Ali Sadikin (1972) Pasar Tanah Abang dibangun tiga lantai dengan empat blok ber-AC. Tahun 2002 diremajakan kembali, dipercantik dan ditambahkan menjadi emam blok (A-F) terdapat 7.546 los dan lebih dari 5000 pedagang dan menempati area seluas 82.386,5 meter persegi. Kini Pasar Tanah Abang makin dipercantik, dengan gaya arsitektur yang menarik dengan 10 tingkat Pasar Tanah Abang memampung lenih dari 10.000 pedangan.
Pasar Tanah Abang sebagai pusat grosir tekstil di Ibu Kota Jakarta menjadi tempat bertemunya pedagang tekstil nusantara bahkan dunia. Pedangang tekstil Tasik, Jawa dan Minangkabau cukup mendominasi pasar Tananh Abang. Selain itu pedagang Arab juga memenuhi Tanah Abang bahkan tahun diperkirakan tahun 1920 jumlah pedagang Arab yang tinggal disekitar Tanah Abang mencapai 13.000 orang. Orang-orang Minangkabau percaya kalau merantau ke Jakarta cukup ke Tanah Abang dengan modal bahasa Minang maka akan dibantu Urang Awak di Tanah Abang. Orang Tasik dan Jawa pun memiliki cara untuk menghimpun para pedagang tekstil daerah, mislannya dengan menyediakan satu hari khusus untuk pasar daerah, pasar Tasik misalnya pada Senin dan Kamis subuh.
Pasar Tanah Abang pendekata bukan hanya pertemuan bisnis biasa para pedaganag tekstil tetapi ruang peradabadan, interaksi antara pedagang tekstil se nusantara. Di Tanah Abang pertemuan pedagang tekstil Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Arab pertemuan pedagang ini sekaligus pertemuan karya-karya tekstil nusantara. Dari pertemuan ini pun lahir gagasan-gagasan baru memadukan motif tekstil nusantara dengan motif tekstil terbaru yang menghasilkan akulturasi budaya yang elegan. Pesar Tanah Abang menjadi jembatan peradaban bagi pedagang tekstil nusantara.
Lambat laun fungsi jembatan peradaban sebagai ruang interaksi pedagang tekstil nusantara di Pasar Tanah Abang mulai tergerus. Fungsi awalnya sebagai pusat tekstil nusantara kini mulai dirayapi oleh rayap-rayap kapital. Bahkan pedagang tekstil Nusantara Miangkabu, Tasik dan Jawa mulai menjerit begitupun juga karya-karya tekstil nusantara kian sulit bersain seiring masuknya tekstil-tekstil daratan Cina. Cerita seorang pedagang di Blok F Pasar Tanah Abang yang menyewa sama warga Cina harus pontang-panting jualan buat membayar ongkos sewa yang sudah mencapai 200 juta per tahun. Belum lagi Blok A dan Blok B yang sudah mencapai 300 juta per tahun juga kepada warga Cina.
Pedagang tekstil Cina memang beberapa dekade terakhir “menyerang” pasar tekstil nusantara bukan hanya tekstilnya tetapi juga pedagangnya. Di Pasar Tanah Abang penguasaan los-los didominasi pedagang Cina, demikian juga produk-produk tekstil, tekstil “bajakan” Cina mendominasi dengan harga yang rekatif murah. Perlu ada regulasi yang baik dari pemerintah guna menyelamatkan tekstil dan pedagang tekstil nusantara. Penguasaan los-los pribadi di Pasar Tanah Abang harus dapat dikontrol penyewaannya begitu juga los-los kepunyaan pemerintah harus dikontrol penyewaannya kepada. Harus ada keberpihakan, keberpihakan yang menjamin tumbuh pesatnya pasar tekstil nusantara. [ns/mc]
Jakarta 21 Juli 2017
Perhimpunan Kemajuan UKM Indonesia (PERKUMI)