Nusantarakini.com, Jakarta –
Pernyataan Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia (MRI) untuk menyambangi Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) untuk menyalurkan aspirasi dan pernyataan sikapnya ternyata bukan isapan jempol belaka.
Ketua Presidium MRI, Yudi Syamhudi Suyuti menceritakan bahwa mereka telah mendatangi Mabes Polri untuk menemui Wakapolri Komisaris Jenderal (Pol) Drs. Syafruddin M. Si dua hari berturut-turut, Kamis kemarin dan hari ini, Jumat, 20 Juli 2017.
“Pada Kamis kemarin, beliau (Wakapolri) bersedia menemui, tapi kita diminta menunggu karena beliau masih menerima tamu. Tapi setelah kami menunggu, Sespri menyampaikan Pak Wakapolri ada rapat mendadak, jadi minta ditunda besok. Maksudnya hari ini, Jumat 21 Juli 2017,” ucap Yudi Kepada Nusantarakini.com, Jumat malam (21/7/2017).
Yudi melanjutkan, dirinya juga sempat menanyakan kepada Sespri, apakah ada staf yang bisa mereka temui untuk menyampaikan pendapat dan berdialog. Tapi, kata Yudi, setelah sespri bertanya ke Wakapolri, Sespri menyampaikan supaya besok (Jumat) datang ke Kantor Wakapolri kembali untuk langsung berkomunikasi dengan Wakapolri.
“Kemudian hari ini, Jumat, 21 Juli 2017 kami kembali datang, pada Pukul 14.00, akan tetapi Wakapolri tidak ada di tempat. Namun kami maklum karena Beliau sedang sibuk, khususnya sedang terjadi mutasi Jabatan Pati di Polri. Termasuk pergantian Kapolda Metro Jaya,” bebernya.
Meski tidak bertemu langsung dengan Wakapolri, namun MRI telah menyampaikan pernyataan tertulis yang memuat 3 (tiga) hal pokok yang mereka sampaikan ke Polri, yaitu:
1. Kami keberatan atas pernyataan pejabat Polisi yang menyatakan akan mempidanakan siapapun yang mengaitkan kasus Penyiksaan Saudara Hermansyah dengan terbongkarnya Fitnah Chat Sex Habib Rizieq Shihab. Pernyataan Pejabat Polisi tersebut melanggar UUD, pasal 28, UU.N0.9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berpendapat.
2. Maksud dari masyarakat menyampaikan pendapat mestinya dijadikan masukan positif untuk mendalami persoalan Kasus yang menimpa Saudara Hermansyah. Tentu pendapat masyarakat juga beralasan dan tidak bersifat menghakimi. Jika Polisi berpikir positif, seharusnya bisa membentuk Tim Independen dari Masyarakat untuk bekerjasama dengan Polri.
3. Kode etik Polisi tentang Kenegaraan menegaskan bahwa Polisi netral dalam politik dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Polisi jangan sampai terlibat atau justru menjadi instrumen politik Rezim Jokowi yang terdapat indikasi keterlibatan politik. Dari sini dalam situasi politik praktis apapun, baik Pemilu atau Sidang Istimewa yang merupakan Politik Rakyat Praktis, fungsi Polisi harus mampu menjadi pengaman yang netral dan mendukung terselenggaranya aktifitas politik apapun.
“Dan ada hal penting, kenapa kami mendatangi Wakapolri bukan ke Kapolri, karena kami membaca pernyataan Kapolri, Jenderal Tito yang akan pensiun dini. Jadi kami datangi yang pasti-pasti saja. Kami khawatir saat kami akan menyampaikan pernyataan kami, Pak Tito sudah pensiun dahulu seperti pernyataan beliau yang akan pensiun dini,” tandas Yudi menerangkan alasan menemui Wakapolri. [mc]