Nusantarakini.com, Jakarta –
Harli Muin, Kepala Divisi Advokasi Jaringan Nasional Indonesia Baru (JNIB), salah satu Relawan Pendukung Jokowi dalam pemilihan Presiden 2014, mengatakan, kegagalan demi kegagalan capaian BUMN merupakan kebijakan pengangkatan direktur, dan komisaris BUMN yang hanya didasarkan pada kedekatan aliran politik, bukan karena profesional.
“Seperti diberitakan berbagai media baru-baru ini, 26 perusahaan di bawah bendera BUMN merugi pada kuartal I-2017, yang mencapai Rp 3,4 triliun. Padahal sebelumnya, Kementerian BUMN menargetkan keuntungan atau laba yang berhasil dibukukan BUMN pada 2017 sebesar Rp205 triliun. Dengan kata lain, perolehan meningkat dari tahun 2016 sebesar Rp164 triliun di tahun 2017,” tutur Harli Muin kepada Nusantarakini.com, Jakarta, Jumat (23/6/2017).
Harli menyatakan, bahwa kerugian di awal tahun 2017 menunjukkan ketidakmampuan Menteri BUMN mengelola aset stretegis negara. Alitalia mengutungkan rakyat, malah membebani warga negara.
“Kegagalan ini bukan merupakan faktor tunggal, melainkan merupakan akumulasi dari pengangkatan pengelola BUMN yang bermasalah. Padahal dalam UU No.3 tahun 2003 pengelolaan dan pengawasan internal dan eksternal BUMN dilakukan secara profesional,” ungkapnya.
Harli memberikan contoh, misalnya laporan Ombudsman RI 2017, menemukan 541 pengangkatan komisaris bermasalah dari 144 BUMN, mulai dari rangkap jabatan, yang tidak dibolehkan dalam Pasal 17 UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
“Masalah ini sangat penting karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan kerugian negara,” tegas Harli.
Menurut Harli, niat Kementerian BUMN memang tidak ada nawacita, apa lagi membangun akuntabilitas BUMN terhadap warga negara. Hal ini bisa dilihat, lanjut dia, sejak perubahan PP No. 72 Tahun 2016 yang menghapuskan peran DPR dalam memindahkan kekayaan negara manjadi kekayaan BUMN, Ketika BUMN yang bersangkutan manjadi Perusahaan swasta. Hal ini bisa climat dari pasal 2A PP No.72 Tahun 2016
“Kasus demi kasus terjadi dalam pengelolan BUMN menunjukkan bahwa pengangkatan direktur BUMN banyak mengecewakan konsumen. Misalnya Direktur PLN menyampaikan jika mau hemat listrik sekalian cabut meterannya. Pernyataan tersebut merupakan bentuk ketidak mampuan direktur PLN mengatasi masalah kenaikan harga listrik—dengan cara mengalihkan masalah mengusulkan mencabut meteran listrik. Aneh, sudah melukai hari konsumen seperti itu, Kementerian BUMN belum juga memecat direktur PLN. Ada apa?,” beber Harli penuh keheranan.
“JNIB berharap, Presiden Jokowi turun tangan memerhatikan aset strategis ini jangan sampai salah kelola terus menerus, pada akhirnya merugikan rakyat. Salah satu solusi, reshuffle Menteri BUMN yang sekarang,” pinta Harli dengan tegas memungkasi keterangannya. [mc]