Nusantarakini.com, Jakarta –
Sudah saatnya kita merefleksikan kembali setelah 19 tahun era reformasi (1998-2017), tanpa harus mengutuk perjuangan yang telah diperjuangkan.
Hanya saja keputusan bersama harus kita tetapkan dengan tegas, untuk bangkit dari kegagalan.
Bahwa kenyataan yang terjadi, harus kita akui reformasi telah gagal. Tidak salah jika kita katakan gagal total.
Kegagalan ini menyangkut beberapa hal. Kegagalan elit dalam mengelola negara untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan. Ternyata elit-elit yang ada di era reformasi tidak mampu menyejahterakan rakyat dan mengelola negara.
Kegagalan dalam menegakkan supremasi hukum yang adil, dan menghambat terjadinya korupsi besar-besaran.
Elit-elit kekuasaan kita, khususnya rezim Jokowi beserta instrumen-instrumennya gagal menegakkan keadilan. Selain itu korupsi begitu dipertontonkan sangat rakus.
Kita melihat dengan mata telanjang, bahwa daulat rakyat yang menjadi jargon reformasi pada kenyataannya adalah daulat partai-partai politik.
Dan lebih parahnya kedaulatan partai-partai politik ini merupakan instrumen dari alat politik kepentingan pemodal asing, para mafia dan para perampok.
Sejak diamandemen UUD (1999-2002), sekitar 160an Undang-Undang diproduksi, bukan lagi sebagai Undang-Undang yang memperkuat rakyat, akan tetapi lebih pada liberalisasi segala bidang.
Kondisi Indonesia seperti ini, akhirnya dimanfaatkan oleh masuknya pintu penjajahan Cina yang dibuka oleh Konglomerat Taipan.
Konglomerat Taipan ini begitu mudah menggunakan partai-partai politik untuk mencapai kepentingan-kepentingannya.
Kita sudah berada di puncak kemerosotan kehidupan yang dirusak oleh Negara hasil reformasi. Suksesi kekuasaan menjadi ajang transaksional dari para perampok uang rakyat yang disumbang ke negara untuk menguasai pos-pos kekuasaan. Baik yang berada di legislatif maupun eksekutif. Juga termasuk penguasaan kekuasaan yudikatif.
Puncak kegagalan ini adalah tampilnya Jokowi sebagai pemimpin negara yang justru menambah rusak kehidupan rakyat, bangsa dan negara. Dan membangkrutkan keuangan negara dan menyengsarakan kehidupan ekonomi rakyat.
Pada akhirnya kita semua harus menyadari, bahwa kondisi negara kita sudah melenceng dari cita-cita revolusi kemerdekaan kita.
Untuk memperbaikinya kita butuhkan sebuah kesadaran untuk bersama mengambil keputusan tegas. Dan ini hanya bisa dilakukan melalui keputusan rakyat untuk kembali ke titik nol.
Yaitu kembali ke UUD 45 asli, hasil revolusi kemerdekaan kita yang disahkan 18 Agustus 1945. Baru kita tata ulang bersama dengan cabut mandat Jokowi dan bentuk pemerintahan transisi. Semua ini dapat dilakukan melalui sidang istimewa sebagai solusi konstitusional. [mc]
Oleh : Yudi Syamhudi Suyuti
Ketua Presidium MRI (Musyawarah Rakyat Indonesia).