Nusantarakini.com, Jakarta –
Habib Rizieq telah dijadikan tersangka oleh aparat polisi. Dasar pentersangkaannya ialah chat yang dihubungkan dengan Habib Rizieq. Apakah chat itu betul adanya atau cuma rekayasa, masih tak ada kata pastinya.
Padahal harusnya divalidasi dulu oleh polisi secara terbuka apa betul itu chat asli atau ada pihak yang mengkloning akun Habib Rizieq. Di zaman maju seperti sekarang, apa sih yang tidak bisa?
Nah, jika sudah divalidasi, baru maju ke tahap berikutnya. Siapa yang menyebarkan konten? Hanya orang nggak waras yang mau memyebarkan aibnya sendiri.
Kalau sudah didapat penyebarnya, maka si penyebar itulah yang harus diciduk. Bukan pihak lain. Itu jalan pikiran yang waras. Lain hal kalau memang dunia dan seisinya banyak yang tidak waras.
Sampai sekarang, publik belum yakin, apa betul ada chat semacam itu melibatkan seorang ulama? Padahal pihak perempuan saja tidak mengakui adanya chat itu. Lha…terus kenapa ngotot dijadikan dasar pentersangkaan? Hukum macam apa ini?
Yang jelas, setahu nalar yang waras, chat pornografi hanya dapat dipidanakan apabila dengan sengaja disebarkan ke publik sehingga merusak integritas publik itu. Pertanyaannya, jika anggaplah chat itu ada, apakah disebarkan ke publik? Jika disebarkan, oleh siapa? Nyatanya “siapa” penyebar konten ini tidak ada batang hidungnya?
Ohh…ada nama tanpa nama. Anonimous katanya. Maka harusnya demi kebenaran dan logika waras, kejarlah itu anonimous. Kejar dia hingga ke ujung dunia sekalipun untuk dimintai keterangannya, motifnya dan bukti-buktinya. Setelah dapat, silakan dia ditetapkan sebagai tersangka. Proses ke pengadilan biar jelas duduk masalahnya. Kok tidak dilakukan? Kok ujuk-ujuk orang yang belum jelas dan valid serta dapat dibuktikan di pengadilan sebagai pelaku chat, sudah dijadikan tersangka. Enak betul.
Maka wajar jika publik bertanya, negara mau dibawa kemana bos? Kok kayak anarki kekuasaan begitu? Emang masyarakat di zaman era buta hurup sudah lewat ini dapat ditilep semudah itu?
Bahaya jika begini. Negara tidak ada kepastian. Hukum berjalan sesuai selera yang berwenang. Rakyat bisa marah negaranya tidak dijaga secara semestinya. (ggt)