Nusantarakini.com, Jakarta –
Negara Republik Indonesia berlokasi di kawasan Asia Tenggara. Kepentingan AS di Asia Tenggara tentu saja tidak jauh berbeda dengan kepentingan AS di Indonesia. Namun, baik bagi AS maupun Cina, keberadaan Indonesia sesuai power dan potensi dimiliki, Indonesia dilihat atau diletakkan sebagai arena dan sasaran “Perang Asimetris ” dalam perspektif politik (kolonialisme) global.
Yakni: 1. Pemasok bahan mentah bagi negara-negara industri maju.
2. Pasar bagi barang jadi dihasilkan oleh negara-negara industri maju.
3. Pasar untuk pemutaran ulang kelebihan kapital diakumulasi oleh negara-negara industri maju.
4. Faktor geoposisi silang di antara dua samudera dan dua benua, menjadikan Indonesia mutlak harus kondusif, aman dan nyaman bagi keberlangsungan lalu lintas pelayaran antar negara bahkan antar benua.
5. Terdapat 80% perdagangan dunia melalui Indonesia; 50% tanker minyak dunia.
6. Indonesia kini sesungguhnya menjadi sasaran proxy war (lapangan tempur) baik bagi Cina maupun AS. Namun, proxy war dilakukan secara asimetris (non militer).
Di Indonesia ratusan perusahaan AS tersebar. Umumnya bergerak di sekitar Migas dan pertambangan. Namun, tidak sedikit juga aset-aset perusahaan atau individual AS diinvestasikan di sektor mikro ekonomi seperti Saham.
AS berusaha sekuat tenaga mempertahankan pengaruh dan melindungi kepentingan perusahaan AS di Indonesia. Sebagai bukti, setiap ada masalah antara Perusahaan Freeport Indonesia dengan Pemerintah Indonesia, Pemerintah AS selalu dalam beragam bentuk kegiatan untuk kepentingan perusahaan tambang AS ini.
Terakhir, Rezim Jokowi kembali mengizinkan Freeport Indonesia untuk eksport konsentrat. Sebelumnya, dengan suara vokal, siap menghadapi gugatan Freeport melalui Arbitrase Internasional. Akhirnya, Rezim Jokowi harus menelan ludah sendiri dalam menghadap masalah Freeport ini. Sangat memalukan!
Power Indonesia dibawah Rezim Jokowi sangat jauh lebih rendah ketimbang AS. Bisa diklaim, tak punya martabat dan prestise dalam pergaulan internasional. Berbagai upaya baik tertutup mau terbuka AS selalu lakukan untuk mencapai sasaran pengaruh di Indonesia, meskipun belakangan ini Cina juga telah mengimbangi.
Untuk ke depan tentu saja AS berkepentingan mendukung Rezim Kekuasaan di Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan AS ketimbang pesaing baru, Cina. Disamping memiliki posisi strategis dari sisi geopolitik, Indonesia juga memiliki potensi kandungan minyak dan gas bumi serta tingkat produksi lebih besar. Cadangan minyak dan gas bumi di Indonesia belum sepenuhnya diketahui. Fokus utama dan sasaran strategis AS adalah penguasaan cadangan minyak dan gas bumi Indonesia.
Kebijakan AS memperkuat kehadiran militer di kawasan Asia Tenggara sehingga mampu menghadapi tantangan klaim Cina di Laut Cina Selatan dan pulau-pulau dipersengketakan seperti Spratley dan Paracel. Dilaksanakan program pelatihan bersama sekawasan Asia Tenggara didukung oleh infrastruktur efektif dan program bantuan terhadap para sekutu.
AS berkepentingan militer Indonesia kuat. Untuk itu, AS membuat Kebijakan normalisasi hubungan militer dengan Indonesia secara penuh. AS juga memulihkan pengalihan perlengkapan militer dan suku cadang dalam rangka mencegah kemerosotan kemampuan pertahanan Indonesia.
Sesungguhnya AS punya kepentingan di Indonesia sejak kemerdekaan Indonesia yang secara resmi diakui dunia internasional pada 27 Desember 1949. AS terlibat baik langsung maupun tidak langsung, terhadap proses kemerdekaan tersebut. Ada beberapa Peneliti internasional telah membuktikan kontribusi dukungan AS terkait kemerdekaan baru saja diproklamasikan pada pertengahan akhir tahun 1945.
Hal ini menjadi pertanda, kedudukan AS sebagai pemenang perang disadari oleh kaum nasionalis Indonesia guna mendapat dukungan internasional. Selanjutnya, AS berkepentingan untuk membasmi kekuatan komunisme di Indonesia saat berlangsung Perang Dingin. AS berperan meruntuhkan Rezim Orde Lama Soekarno sangat dekat dengan PKI.
Kini, posisi politik Indonesia stabil, demokrasi berjalan stabil, ekonomi terus menguat, tumbuhnya kelas menengah, membuat peran Indonesia tak dapat diabaikan. Indonesia mayoritas penduduk Muslim dijadikan contoh terbaik (best practice) sebagai negara demokratis kepada negara-negara Islam di Timur Tengah khususnya.
Upaya AS untuk percepatan globalisasi dan demokratisasi politik global, acapkali menjadikan Indonesia sebagai bukti, umat Islam bisa hidup di dalam negara demokratis versi negara-negara Industri maju Barat.
Bagi AS, menjadi masalah jika Rezim Kekuasaan di Indonesia membuat kebijakan merugikan kepentingan Freeport Indonesia. Juga menentang jika ada kekuatan atau kelompok Islam menuntut Islamic State atau negara Islam.
Bagi AS, kedua isu ini harus terbebas dari Indonesia. Tentu saja AS juga berkepentingan agar politik luar negeri dan kerjasama ekonomi rezim kekuasaan di Indonesia tidak condong atau memprioritaskan kepentingan Cina. AS tentu saja lebih mendukung Rezim Kekuasaan pro Barat ketimbang Cina. Hal ini akan terlihat pada perebutan kekuasaan negara pada Pilpres tahun 2019 mendatang. Kini AS menilai, Rezim Jokowi lebih mengutamakan kepentingan Cina sebagai pesaing AS di Asia Tenggara. [mc]
*Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Politik dan Pemerintahan NSEAS (Network for South East Asian Studies)