Nusantarakini.com, Jakarta –
Sekarang banyak pertanyaan muncul, apakah Jokowi nasibnya akan sama seperti Gorbachev yang membawa Uni Soviet berantakan? Maksudnya ialah Jokowi merupakan pembuka jalan menuju runtuhnya Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kenapa ada pertanyaan begitu?
Sebab, tanda-tandanya makin banyak yang mirip. Di antaranya semakin banyaknya kontradiksi di dalam masyarakat, ditambah ketidakpuasan yang meluas kemana-mana. Belum lagi semakin beraninya kelompok-kelompok politik di Papua yang menyatakan diri untuk lepas dari Indonesia.
Sementara itu, para kapitalis yang merasa di atas negara makin merajalela menunjukkan taringnya. Dahulu di Uni Soviet juga begitu, dengan munculnya kapitalis-kapitalis Yahudi yang dikemudian hari dibereskan oleh Putin.
Tanda-tanda mengarah runtuhnya Indonesia harus bisa dicegah. Meletakkan tanggung jawab ini kepada pundak Jokowi, agak musykil. Alasannya ialah bahwa Jokowi sebenarnya sulit sekali menjadi presiden yang efektif. Karena itu dia menunggu momentum supaya bisa keluar dari kerangkeng yang membuat dirinya menjadi presiden lemah.
Kenapa Jokowi gagal menjadi presiden yang kuat dan efektif? Pertama, secara kepribadian dia memang tidak berbakat menjadi presiden semacam itu. Kedua, sejak awal dia sudah diwanti-wanti oleh Megawati hanya sebagai petugas partai. Bahkan legitimasinya dari PDIP pun diperoleh dengan secarik surat dari pribadi Megawati, bukan dari suatu kongres. Ketiga, dia dikelilingi oleh orang-orang yang mencoba menghalanginya agar tidak tampil efektif. Mereka hanya menginginkan nasib Jokowi senantiasa berada dalam sandera dan pengaruh mereka.
Mereka ini ialah terdiri dari menteri-menteri senior yang berada di lingkaran pemerintahannya. Kemudian, para konglomerat promotor kemunculannya ke panggung politik. Kelompok konglomerat inilah yang berbahaya bagi nasib rakyat Indonesia akibat egoisme mereka yang tak terperi. Lalu, ketua-ketua partai politik yang mengitari dirinya dan terus mengontrol pemerintahannya, terutama ketua partai dimana dia diorbitkan.
Mengingat situasinya semacam itu, Jokowi akhirnya secara sadar atau tidak sadar membuat Indonesia rawan guncangan. Nyatanya hari ini, guncangan sosial politik terus mendera Indonesia. Ketenangan dan kepuasan rakyat jauh dari harapan.
Ketenangan hanya tercipta bilamana Indonesia memiliki figur sentral sebagai bapak bangsa. Kenapa? Karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat paternalistik. Masalahnya Jokowi tidak kunjung berhasil menggerek dirinya menjadi tokoh sentral dan bapak bangsa bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Untuk itu, letak masalah Indonesia hari ini ada pada Jokowi sendiri. Dan penyelesaiannya pun berada di tangannya sendiri.
Sebagai presiden dia harus memberikan rasa adil kepada setiap segmen masyarakat. Rasa keadilan inilah yang belum dapat dia penuhi. Buktinya masih banyak rakyat yang melancarkan protes di sana-sini terhadap kepemimpinannya. Bukti lainnya ialah ketimpangan ekonomi makin menghebat dewasa ini. Dia harus percepat pemerataan ekonomi dan redistribusi aset secara militan dan tanpa kompromi, biarpun hal itu tidak menyenangkan para konglomerat dan menteri-menteri senior yang mengitarinya. Dengan hal itulah dia akan muncul menjadi pemimpin bangsa, bukan cuma manager puncak pemerintahan Indonesia.
Jadi, solusinya ialah Jokowi jika tidak ingin menjadi part of problem, dia harus beranjak cepat menjadi tokoh sentral di Indonesia. Kedua, dia harus menjalankan keadilan dengan militan dan tanpa kompromi. Dia tidak boleh terkungkung menjadi agen kepentingan sektariannya golongan-golongan tertentu pendukung dirinya.
Jika hal di atas tidak dia lakukan, siap-siap Indonesia menuju keruntuhan. Tanpa tokoh sentral tak ada persatuan yang kuat. Tanpa keadilan, tak akan ada ketenangan dan stabilitas.
~ John Mortir