Nusantarakini.com, Jakarta –
Leher saya pasti dijerat, bila Ahok menang. Untungnya ngga ya. Begitu kata beberapa teman. Bukan 2-3x saya mendapat informasi kalo nama saya masuk dalam daftar yang akan dihabisi. Sering banget. Nama Lieus Sungkarisma juga masuk.
Ada teman bilang, kalo saya diapa-apain, ngga bakal ada yang bela. Habib Rizieq, ulama dan mujahid balik badan. Jadi percuma. Begitu katanya.
Tapi saya ngga tega liat korban gusuran Ahok. Ada ibu-ibu gendong bayi. Anak-anak kecil bingung. Apa salah bapak, sehingga rumahnya harus dirobohkan. Hidup jadi simpang siur. Tidur ngga nyaman. Antri toilet. Kaum bapak tidur di emperan jalan. Itu schenary pasca Kampung Aquarium dibombardir deco-deco Ahok.
Saya juga berhitung, Ahok pasti kalah. Lawannya Anies Sandi. Sekali pun misteri masa depan di tangan Tuhan. Tapi saya optimis. Walau pun banyak relawan Abdi Rakyat loncat ke kubu AHY. Mereka bilang, Anies pait. Minta kaos aja susah. Logistik AHY semasif Ahok. Bagi-bagi jam tangan. Seragam relawannya pun mewah.
Di Anies Sandi, boro-boro. Kaos belang-belang. Ada produksi PKS. Desainya beda dengan Gerindra.
Saya bisa optimis, karena diam-diam relawan ASA, militan PKS, kader Gerindra, loyalis 08 kerja di bawah. Ngga berisik. Sekali pun banyak kelemahan, ngga dibayar, modal nekat, siang-malam berusaha membuka kesadaran masyarakat. Ahok berbahaya bagi demokrasi. Harus tumbang. Harus di-persona non grata dari arena politik. Selamanya. For good.
Sekali pun demikian, saya juga berpikir the worst scenario. Bila Ahok menang, saya berencana ke Hambalang. Jaga instal kuda Pa Prabowo. Toch, dia ngga kenal saya.
Mungkin Ahok tidak sejahat itu ke saya. Tapi para penjilat dan pencari muka di sekitarnya galak sekali. Biasa itu. Anjing herder pasti lebih galak dari tuannya.
Menang-kalah, biasa dalam politik. Tapi tampaknya, segelintir prohok menolak untuk move-on. Di Kalbar, kedatangan Kyai Sobri Lubis diserang. Publik menduga ini ada kaitannya dengan Pilkada DKI. Gubernur Kalbar adalah fungsionaris PDIP. Itu bikin prejudis semakin besar. FPI atau Kyai Sobri tidak pernah bikin onar. Tidak ada alasan diperlakukan seperti itu.
Kondisi ini sangat berbahaya. Bisa triger disintegrasi bangsa. Soal Ahok, sama sekali bukan masalah minoritas. Jadi pihak minoritas hendaknya tidak reaktif.
SARA bukan faktor kekalahan Ahok. Telak. Sampe beda 2 digit. SARA cuma alasan Ahok. Cemen sekali.
Ahok tumbang sepenuhnya disebabkan kekalahan stratak, kalkulasi dan metode. Dia dan timsesnya banyak bikin blunder. Wagub Djarot juga begitu. Pake peci-lah, buka warteg H. Jarot-lah. Macem-macem. Antipati publik semakin tinggi mendekati hari H.
Saya tau, kalah telak seperti ini tuh sakitnya di sini. Hati kaya dijebol rudal. Duwit banyak, berkuasa, pencitraan masif. Eep Saifulloh bilang Istana jadi posko pemenangan. Eh tetep kalah.
THE END
*Zeng Wei Jian, Komunitas Tionghoa Tolak Ahok. [mc]