Nusantarakini.com, Jakarta –
Sejauh pengamatan saya selama ini, rasanya memang tidak bisa dipungkiri lagi adanya sisa-sisa rasa perbedaan yang ditanamkan sejak jaman orde baru hingga hari ini, kemungkinan masih ada sedikit sisanya.
Akan tetapi perubahan jaman sudah makin canggih, masyarakat pun sudah makin cerdas, sehingga rasa itu akan berangsur hilang dengansendirinya. Saya pernah merasakan pahitnya rasa perbedaan pada jaman orde baru.
Pasca reformasi, rasa perbedaan itu sebenarnya sudah bisa dikatakan hampir hilang secara keseluruhan. Saya pernah melihat dan mendengar di sebuah stasiun TV pada saat Gusdur masih hidup, beliau pernah diwawancarai tentang rasa perbedaan. Gusdur ditanya kira-kira kapan rasa perbedaan ini bisa hilang dan bisa lebih berbaur satu sama lain? Beliau menjawab, semua rasa perbedaan itu akan hilang sendirinya secara otomatis bersama dengan berjalannya waktu, suatu hari rasa perbedaan itu akan hilang semuanya.
Sebagai WNI dari suku keturunan Tionghoa pun saya sangat menginginkan rasa perbedaan itu bisa hilang secara menyeluruh. Karena bagaimanapun kita semuanya adalah sesama manusia ciptaan Tuhan. Juga kita semua adalah sebangsa dan setanah air, kita harus betul-betul bersatu untuk kemajuan dan kemakmuran di NKRI. Kita harus cerdas, jangan mau diadu domba oleh siapapun.
Di sini saya ingin menyampaikan komplain keras terhadap saudara Ahok-Djarot dan beberapa pendukungnya, karena saat ini beredar kalimat-kalimat ada yang berpihak radikal, intoleransi, anti pancasila, anti bhinneka, rasis, isu agama, suku dan ras itu semua berawal keluar dari mulutnya Ahok dan Djarot. Sehingga dampak kalimat-kalimat yang mereka ucapkan itu diikuti oleh sebagian para pendukungnya.
Kalimat-kalimat itu bisa memperkeruh dan menaikkan panasnya suhu politik yang tidak sehat. Dan secara tidak langsung mungkin tanpa disadari kalimat-kalimat itu pun merupakan masuk indikasi unsur telah menanamkan perbedaan lagi dan berindikasi adu domba. Karena saya yakin, pastinya banyak pihak yang merasa tersinggung akan kalimat-kalimat itu.
Bertolak belakang dengan Anies-Sandi, yang merupakan orang terpelajar. Mereka berdua berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan nilai IPK cumlaude; lulusan dari universitas Harvard Amerika Serikat yang terbaik sedunia.
Belum lagi pendukung Anies-Sandi, kelas elitenya seperti Bapak Prabowo yang keluarganya pun banyak yang berasal dari suku keturunan serta juga ada yang beragama Nasrani. Beliau-beliau ini tentunya sangat cinta akan bhinneka tunggal ika serta NKRI.
Saya menyarankan kita semuanya, siapa pun kita berhenti untuk sekedar ikut-ikutan share atau membicarakan kalimat-kalimat yang bisa berpotensi merusak rasa persatuan di NKRI atau yang bisa berpotensi terjadinya perpecahan di NKRI.
Sesungguhnya pihak radikal itu hanya kelompok-kelompok yang biasanya melakukan BOM bunuh diri. Dan untuk menangani pihak radikal itu sudah menjadi tugas negara yang dilakukan oleh Densus 88 dan intelijen negara yang secara khusus menanganinya.
Kalau ormas seperti FPI, itu jauh dari kategori radikal. Ormas dan LSM di negara kita itu cukup banyak. Seperti contoh belum lama ada ormas GMBI dari Jawa Barat yang berbuat anarkhis sampai memukul anggota FPI serta merusak sebuah mobil. Dimana kita tahu pada saat itu dewan pembina GMBI adalah Irjen Polisi Anton Charliyan yang menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat. Itu kan tidak bisa kita kategorikan radikal!
Umat muslim di NKRI semuanya sangat toleran dan sangat baik. Saya mempunyai banyak teman muslim, sehingga saya bisa merasakannya. Kita jangan terkelabui oleh kelompok radikal sesungguhnya yang bernama ISIS itu. Mereka itu bukan ajaran agama, namun mereka itu terlihat seperti aliran sesat.
Perihal kelompok ISIS, itu sudah bukan rahasia umum lagi, karena menurut informasi, kelompok ISIS ini ada pihak yang mendirikannya dengan sebuah rancangan skenario untuk mengelabui agama Islam yang sebenarnya. Pada intinya ajaran Islam yang sebenarnya tidak ada yang radikal, jadi jangan pernah kita samakan antara yang jahat dan yang baik.
Sama halnya dengan realita kontemporer, selama ini umat muslim yang marah terhadap Ahok itu bukan karena mereka anti Pancasila, bukan mereka anti bhinneka, bukan mereka anti NKRI dan juga bukan mereka intoleran. Jangan samakan Ahok dengan Pancasila dan bhinneka tunggal ika, karena umat muslim yang marah terhadap Ahok itu karena mereka merasakan Ahok telah menodai agama Islam. Untuk itu masalah kasus terdakwa Ahok itu adalah murni permasalahan hukum, jadi jangan pernah kita samakan atau jangan pernah kita campuradukkan.
Kalau dahulu, jika ada ormas yang pernah melakukan tindakan anarkhis itu bukan berarti mereka itu radikal kan? Juga belum tentu sekarang mereka masih terus menerus bisa berbuat anarkis. Dan setiap perbuatan anarkhis itu ada pihak aparat keamanan yang menanganinya. Kita sebagai masyarakat tidak punya hak dan kemampuan yang cukup untuk ikut menangani hal seperti itu.
Jangan sampai penyakit orde baru kambuh kembali, kita harus mencegahnya. Untuk itu kita harus belajar saling berbagi, saling menghargai dan saling membantu; sehingga kita bisa hidup rukun, damai antar sesama umat beragama, suku dan ras. Indonesia milikku, Indonesia milikmu, Indonesia milik kita bersama, mari kita selalu bersatu untuk membangun bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bersatu kita teguh, Bercerai kita runtuh. [mc]
*Kan Hiung alias Mr.Kan, Pengamat Sosial dari Masyarakat Sipil Pecinta NKRI.