Nusantarakini.com, Jakarta –
Polemik tentang pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Indonesia nampaknya semakin runcing saja. Kabar terkini, Menteri Dalam Negeri Kabinet Kerja Tjahjo Kumolo sampai berkomentar, menyatakan bahwa HTI tidak terdaftar sebagai organisasi masyarakat (ormas) di kementerian yang dia pimpin.
Seperti yang dilansir CNNINDONESIA, Tjahjo berkomentar menyusul kegiatan HTI yang tidak mendapat izin dari kepolisian pada 23 April lalu.
“HTI di Kemendagri tidak terdaftar. Enggak ada. HTI hanya terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Itu pun karena pendaftaran ormas di Kemkumham berbasis dalam jaringan atau online. Berbeda dengan mekanisme yang diterapkan di Kemendagri,” tutur Tjahjo di Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Ketua SETARA Institute Hendardi dalam keterangan tertulisnya hari ini mengatakan, Pemikiran HTI tidak bisa diberangus, karena kebebasan berpikir bukan hak yang bisa dibatasi. Tetapi pemerintah dan penegak hukum bisa melakukan pembatasan penyebarannya.
“Jika penyebaran dibatasi, maka orang-orang yang menganut pandangan keagamaan dan pandang politik seperti HTI tidak bisa dipidana. Hanya tindakan penyebarannya yang bisa dibatasi,” ujarnya.
Hendardi menegaskan, secara fisik HTI memang tidak melakukan kekerasan. Tetapi gerakan pemikirannya yang secara masif dan sistematis telah masuk ke sebagian warga Indonesia, khususnya melalui kampus dan majelis keagamaan, telah dianggap mengancam kebhinekaaan, sistem politik demokrasi, dan Pancasila.
Kendati demikian, Hendardi mengakui bahwa kebebasan berserikat dalam bentuk ormas seperti HTI dijamin oleh undang-undang. Namun jika bertentangan, maka HTI perlu dibatasi perkembangannya.
“Dalam Undang-Undang Nomor 17/2003, pembubaran ormas dimungkinkan sebagaimanan diatur di Pasal 59-78,” terangnya.
“Rencana Kapolri Jenderal Tito Karnavian membubarkan HTI merupakan langkah legal dan tepat, dengan catatan pembubaran dilakukan melalui proses yudisial yang akuntabel dan argumentatif,” pungkas Hendardi. [mc]