Nusantarakini.com, Jakarta –
Dr. Zainul Majdi, gubernur NTB yang terkenal sebagai hafizh Al-Qur’an dimaki oleh Steven Hadisurya Sulistyo. Ketika memaki, Steven mengungkapkan kata Tiko alias Tikus Kotor atau tikus got terhadap Tuan Guru Bajang yang menjabat gubernur NTB, akhirnya telah meluas menjadi keprihatinan secara nasional. Banyak pihak yang marah, mengecam dan menjanjikan pembalasan, kendati dalam ruang dunia maya.
Terkait hal ini, Masyarakat Harmoni untuk Keadilan (MHK) memandang serius masalah penghinaan yang dilakukan oleh Steven yang kebetulan berasal dari etnik Cina terhadap Tuan Guru Bajang, Dr. H. Zainul Majdi yang juga kebetulan representasi par exellent dari golongan pribumi.
Personifikasi figur Zainul Majdi sangat lengkap mewakili rasa kebanggaan kaum pribumi. Dimensi pribadinya mencakup pejabat pemerintah yang rendah hati, Hafizh Al-Qur’an, tamatan S3 Perguruan Tinggi Al-Azhar dan cucu seorang ulama terkemuka di Indonesia dengan organisasi keagamaan yang masih berkembang. Raut wajahnya melambangkan raut wajah pribumi Indonesia.
Sementara itu, Steven juga melambangkan khas seorang Cina imajiner bagi orang pribumi Indonesia. Angkuh, bermata sipit, suka berkata kasar dan kaya.
Uniknya lagi, kejadian sensitif ini berlangsung di Singapura. Singapura dalam opini yang berkembang adalah negara khas hasil siasat dan arogansi etnik Cina di Nusantara. Negara kota itu adalah ironi sejarah dan tragedi bagi puak Melayu, dimana pendatang Cina dapat berkuasa dan mendominasi di atas pribumi Melayu. Citra negara ini bagi kaum pribumi adalah momok yang mencemaskan sekaligus menyesalkan karena dua hal: pertama, contoh nyata bila etnik Cina mendominasi; kedua, negara parasit yang menghisap kekayaan Indonesia, menampung kekayaan yang dicuri dari Indonesia dan surga bagi para koruptor Indonesia yang menyelamatkan diri dan kekayaannya dari jeratan hukum.
Steven vs Tuan Guru Bajang dengan lokasi kejadian di Singapura, sempurna sebagai peristiwa yang dapat menyulut api permusuhan yang bibitnya terpendam dan dapat meletup dengan sangat dahsyat. Hanya kelapangan dada dan kemampuan untuk tenang dan bersabar dari golongan pribumilah satu-satunya faktor yang dapat menggagalkan api permusuhan untuk tidak berkobar lebih bahaya menjadi kerusuhan sosial.
Syukurnya, Tuan Guru Bajang sebagai korban pencercaan Steven tersebut sudah memaafkannya secara terbuka. Steven sendiri sudah mengumumkan permintaan maafnya secara terbuka dan formal.
Menilik kasus sensitif ini, di tengah suasana persaingan politik yang belakangan makin tidak sehat dimana kasus ini dapat sewaktu-waktu dieksploitasi oleh banyak pihak untuk kepentingan petualangan politik, Masyarakat Harmoni untuk Keadilan (MHK) menyatakan sikap dan seruan sebagai berikut:
Satu, memuji dan menghargai sikap Tuan Guru Bajang yang memaafkan perlakuan tidak sopan dan beradab dari Steven terhadap gubernur kebanggaan masyarakat Indonesia tersebut.
Dua, menjadikan peristiwa ini sebagai introspeksi diri bagi saudara-saudara yang kebetulan berasal dari etnik Cina agar lebih mempererat kerjasama secara tulus dengan kaum pribumi di segala bidang terutama di bidang ekonomi, pendidikan dan kebudayaan.
Tiga, mengubur prasangka rasial baik oleh saudara-saudara yang berasal dari etnik Cina maupun dari golongan pribumi. Mengubur prasangka rasial ini hanya dapat berhasil jika satu sama lain dari dua golongan ini meninggalkan sikap ekslusif, berbaur dalam pemukiman yang sama, menolak visi kapitalisme dalam pembangunan, menyempitkan jurang ketimpangan ekonomi dan menghindari agitasi politik berdasarkan kotak-kotak rasialisme.
Empat, menyerukan kepada masyarakat agar meningkatkan sikap waspada terhadap setiap upaya penggiringan isu anti Cina dan rasialisme kepada plot penjerumusan Indonesia ke dalam konflik horizontal yang akan dimanfaatkan oleh banyak kepentingan internasional.
Jakarta, 15 April 2017
Kami Yang Mengeluarkan Pernyataan
Syahrul Efendi Dasopang
Ketua
Fuad Adnan
Sektetaris
(Rdg)