Nusantarakini.com, Jakarta –
Jika Ditakdirkan Jadi Presiden, Saya Siap Miskin Segalanya Demi NKRI
Oleh: Kan Hiung
Pemimpin negara seharusnya paham dan segera memperbaikinya berbagai hal yang terjadi di negeri ini. Nampak adanya indikasi-indikasi permasalahan seperti tersebut di bawah ini:
Pertama, kemiskinan yang semakin banyak (makin ekstrim). Kedua, korupsi merajarela (koruptor semakin banyak). Bahkan dugaan kuat terjadinya saling menyandera dan tersandera, karena hukuman terlalu ringan dan sangat lemah sehingga semuanya berpotensi mengikuitinya.
Ketiga, kasus narkoba semakin besar mengancam negara, hal ini juga karena pemberantasan yang kurang tegas dan tuntas sehingga berkurangnya efek jera.
Keempat, hutang negara juga makin menumpuk, tahun 2016 mencapai 4.234 triliun rupiah, yang menyebabkan bayar bunga semakin besar sehingga ekonomi semakin lemah.
Kelima, kurs US Dollar 13.350 rupiah, hal ini antara lain disebabkan karena kita kebanyakkan import terutama mesin-mesin canggih. Harga barang-barang makin mahal paling pengaruh besar karena kurs USD yang tinggi, dan rupiah berpotensi terjun bebas.
Keenam, kualitas pendidikan tidak terkejar dengan kemajuan teknologi dunia yang semakin canggih, karena kualitas pendidikan yang baik sama sekali tidak merata.
Ketujuh, jumlah jiwa yang bertambah tidak sesuai kapasitas dan kemampuan ekonomi, karena tidak diatur dengan baik.
Kedelapan, sistem pajak tidak merata (karena kantor pajak tidak online dengan semua bank atau negara). Yang mana ini merupakan point yang sangat penting.
Kesembilan, banyak sekali uang yang dibawa keluar negeri karena tidak terkontrol (jika point kedelapan teratasi dengan baik, maka akan mampu mengontrol point kesembilan; dan juga mampu mengontrol point kedua dan ketiga.
Kesepuluh, hukum tampak tajam ke bawah tumpul ke atas ( karena point kedua makin hari semakin parah).
Kesebelas, sumber kekayaan alam banyak dikuasai pihak luar, terutama Freeport yang akan habis di tahun 2043. Timah di Kepulauan Bangka Belitung bagian darat sudah mendekati habis, sisa yang di bagian laut, hasilnya rata-rata diekspor (jika sudah habis maka tinggal menjadi kenang-kenangan).
Mengingat timah bermanfaat sangat banyak, akan tetapi selama ini anehnya harga timah ditentukan oleh LME (London Metal Exchange) padahal pasca 60 tahun lalu Negara Thailand bagian Phuket habis timahnya, hanya negara kita lah yang memproduksi timah. Hal ini manfaat timah untuk rakyat Bangka pun hanya bermanfaat kurang lebih 25 tahun saja, setelah itu akan gigit jari.
Saya hanya mampu memberi contoh kedua daerah itu, karena saya tidak tahu apakah daerah lain masih banyak kejadian hal serupa, artinya sumber kekayaan alam kita dikuasai pihak luar (yang jelas hal ini terjadi karena point kedua tidak teratasi).
Kedua belas, teknologi kecanggihan militer pun tampak ketinggalan jauh (hal ini terjadi karena lemahnya ekonomi).
Ketiga belas, nampak maraknya berita-berita HOAX yang kurang terkontrol, yang terpercaya terkadang tampak kurangnya memberitakan apa adanya (sehingga tampak kurang jujur dan adil; tampak terduga aktor politik di belakang ini).
Maaf, sehingga hal ini tampak seakan adanya pembodohan, tampak korban pun cukup banyak. Ini nampak seperti sejak puluhan tahun di mulut Singa yang kemudian berpindah ke mulut harimau.
Bapak Jus Soema Di Pradja seorang mantan Jurnalis Senior Kompas era tahun 60-an mengatakan politik di negara kita seperti di dalam sebuah lingkaran besar putar-putar di situ terus.
Yang perlu diingat adalah ketiga belas point yang saya tulis ini tidak ada satu pun point yang tertulis karena agama, suku dan ras. Ini semua karena sistem hukuman yang terlalu ringan dan sangat lemah dan juga kebiasaan menghabiskan uang banyak untuk mencapai kursi seorang pejabat.
Dan yang harus menjadi perhatian adalah jika tidak ada perubahan yang baik maka potensi kehancuran akan sangat besar. Jika hancur kita akan sama-sama hancur, jika maju dan makmur kita akan sama-sama bersenang-senang dan berbahagia untuk menikmatinya. Karena dari Sabang sampai Merauke kita semuanya adalah sebangsa dan setanah air.
Solusinya hanyalah adanya seorang Presiden yang jujur, cerdas, tegas, ikhlas, tulus, dan hanya berniat untuk membangun bangsa dan negara.
Jika saya ditakdirkan menjadi seorang Presiden maka saya siap hidup miskin segalanya demi NKRI tercinta.
Semoga penulisan saya ini bisa bermanfaat untuk NKRI.
Terima kasih.
*Mr. Kan, pengamat sosial tinggal di Jakarta. (mc)